Sunday, October 4, 2015

Tentang Mempelajari Fiqih



Mengetahui hukum syar'i yang dibutuhkan oleh muslim dalam kehidupannya adalah fardhu 'ain atas setiap muslim. Karena, dia diperintahkan untuk mengerjakan amal-amalnya sesuai dengan hukum-hukum syara'. Khithab taklif (pembebanan) yang dengannya Syari' (Peletak syari'at) berbicara kepada manusia, dan berbicara kepada kaum mukminin, adalah khithab yang tegas, tidak ada pilihan di dalamnya bagi seorang pun. 

Firman Allah Ta'ala: "Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya" (Q.S. An-Nisa': 136), sama dengan firman-Nya: "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (Q.S. Al-Baqarah: 275). Keduanya adalah khithab taklif. Dan dari segi keberadaannya sebagai khithab -bukan dari segi tema yang dengannya Allah berbicara kepada kita- keduanya adalah khithab yang tegas, dengan dalil firman Allah Ta'ala: "Tidaklah patut bagi mukmin dan mukminah, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, untuk memilih sesuatu dari diri mereka sendiri." (Q.S. Al-Ahzab: 36).

Juga, dengan dalil bahwa semua amal akan dihisab. Allah Ta'ala berfirman: "Barangsiapa mengerjakan kebaikan sebesar dzarrah, niscaya dia akan mendapatkan (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah, niscaya dia akan mendapatkan (balasan)nya." (Q.S. Az-Zalzalah: 7-8).

Dia juga berfirman: "Pada hari ketika setiap diri mendapatkan kebaikan yang telah dikerjakannya dihadirkan (di hadapannya), begitu pula kejahatan yang telah dikerjakannya. Dia ingin sekiranya antara dia dan hari itu ada masa yang jauh. Dan Allah memperingatkan kalian terhadap diri (siksa)-Nya." (Q.S. Ali Imran: 30).

Dan Dia juga berfirman: "Dan setiap diri diberi (balasan) apa yang telah dikerjakannya." (Q.S. An-Nahl: 111).

Dengan demikian, taklif datang dengan bentuk yang tegas. Dan dengan bentuk yang tegas pula seorang muslim dibebani untuk berpegang pada hukum syara' saat mengerjakan semua amalnya.

Obyek taklif -yaitu sesuatu yang dengannya Allah memberi beban kepada kita, baik untuk mengerjakan, meninggalkan, atau memilih- kadang fardhu, kadang mandub (dianjurkan), kadang mubah, kadang haram, dan kadang makruh. Sedangkan taklif itu sendiri adalah sesuatu yang tegas, tidak ada pilihan di dalamnya. Dia hanya memiliki satu kondisi, yaitu kewajiban untuk berpegang dengannya. Dari sini, wajib atas setiap muslim untuk mengetahui hukum-hukum syar'i yang dibutuhkannya dalam kehidupan dunia. Sedangkan mengetahui tambahan atas hukum-hukum syar'i yang dibutuhkannya dalam kehidupannya, maka itu adalah fardhu kifayah, bukan fardhu 'ain. Jika sebagian telah melakukannya, maka itu tanggal dari yang lain.

Ini diperkuat oleh riwayat dari Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah saw. Bersabda: "Menuntut ilmu wajib atas setiap muslim." Meskipun yang dimaksud di sini adalah semua ilmu yang dbutuhkan oleh muslim dalam kehidupannya, tapi masuk di dalamnya fikih dari sisi hukum-hukum yang dibutuhkan oleh muslim dalam kehidupannya, berupa ibadah, muamalah dan lainnya. Dari sini, mempelajari fikih termasuk perkara-perkara yang dibutuhkan oleh kaum muslimin, bahkan termasuk di antara hukum-hukum yang diwajibkan Allah atas mereka, baik fardhu 'ain maupun fardhu kifayah. Dan hadits-hadits yang mulia banyak memberi motifasi untuk mengkaji fikih. Rasul saw. mendorong kita untuk mempelajari fikih.

Bukhari meriwayatkan melalui Muawiyah bin Abu Sufyan, dia berkata: Rasulullah saw. Bersabda: "Barangsiapa Allah menghendaki kebaikan padanya, niscaya Dia akan menjadikannya fakih dalam agama." (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah).

Dan diriwayatkan dari Hazzam bin Hakim dari pamannya dari Rasulullah saw., beliau bersabda: "Kalian berada di zaman yang banyak fakihnya dan sedikit khatibnya, banyak pemberinya dan sedikit pemintanya, dan amal di dalamnya lebih baik dari ilmu. Dan akan datang zaman yang sedikit fakihnya dan banyak khatibnya, banyak pemintanya dan sendiri pemberinya, dan ilmu di dalamnya lebih baik dari amal."

Hadits-hadits ini dengan jelas menunjukkan keutamaan fikih dan dorongan untuk mempelajarinya. Telah diriwayatkan dari Umar bin Khattab ra., bahwa dia berkata: "Sungguh, kematian seribu ahli ibadah yang bangun pada malam hari dan berpuasa pada siang hari, lebih ringan dari kematian seorang berilmu yang mengetahui  apa yang dihalalkan Allah dan apa yang diharamkan-Nya."[]

Sumber : Terjemahan kitab Syakhsiyyah Jilid 2 karya Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani

No comments:

Post a Comment