Monday, September 28, 2015

Pahala Orang yang Menunjukkan Kebaikan

Abu Mas'ud Al Anshari berkata,

"Seseorang datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata, 'Sesungguhnya saya terlambat karena kendaraan saya kelelahan, maka (tolonglah saya) dengan membawa saya.' Lalu beliau menjawab, 'Saya tidak mempunyai (tunggangan), tetapi datangilah fulan barangkali dia dapat membantu (membawamu).' Kemudia  dia mendatangi fulanSetelah itu dia mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan memberitahukan kepada Rasulullah (tentang hal tersebut). Kemudian Nabi bersabda, 'Barang siapa menunjukkan kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengerjakan kebaikan itu.'"

Shahih, di dalam kitab Ash-Shahihah (1660). (Abu Daud, 40-Kitab Al Adab, 115- Bab Ma ja’ a fi dali 'alal-Khairi. Tirmidzi, 39- Kitab Al Ilmu, 14- Bab Ma ja^a Ad-Dalu 'alal-khairi kafa'ilihi, Muslim, Fil-Jihad.

Tidak Perlu Malu Belajar Agama

"Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui?" (Az-Zumar: 9).

Dari Ummu Salamah, dia berkata, Ummu Sulaim pernah datang kepada Rasulullah saw. seraya berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak merasa malu dari kebenaran. Lalu, apakah seorang wanita harus mandi jika dia bermimpi? Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Jika dia melihat air (mani)." Lalu, Ummu Salamah menutup wajahnya dan berkata, "Wahai Rasulullah, apakah wanita itu juga bisa bermimpi?" Beliau menjawab,"Ya, bisa. Maka, sesuatu yang menyerupai dirinya adalah anaknya." (Hadis sahih, ditakhrij Ahmad 6/306, al-Bukhari 1/44, Muslim 3/223, at-Tirmizi, hadis nomor 122, an-Nasa'i 1/114, Ibnu Majah hadits nomor 600, ad-Darimi 1/195, al-Baihaqi 1/168-169).

Ummu Salamah datang kepada Rasulullah saw. untuk belajar. Ia memulai dengan ucapan, "Sesungguhnya Allah tidak merasa malu dari kebenaran." Maksudnya, tidak ada halangan untuk menjelaskan yang benar, sehingga Allah membuat perumpamaan dengan seekor nyamuk dan yang serupa lainnya, seperti dalam firman-Nya, "Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu." (Al-Baqarah: 26).

Ummu Sulaim demikian pula, ia tidak malu untuk bertanya kepada yang lebih tahu perihal apa-apa yang mestinya ia ketahui dan pelajari, meskipun mungkin hal itu dianggap aneh. Sungguh benar perkataan Ummul Mukminin, Aisyah r.a., "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Tidak ada rasa malu yang menghalangi mereka untuk memahami agama." (Diriwayatkan al-Bukhari 1/44).

Ummu Sulaim bertanya, "Apakah seorang wanita itu harus mandi jika dia mimpi bersetubuh?" Nabi saw. menjawab, "Jika dia melihat air." Maksudnya, ia harus mandi jika benar bermimpi dan ada bukti bekas air mani di pakaian. Namun, jika tidak, tidak perlu mandi. Setelah diberi jawaban yang singkat dan padat ini, Ummu Salamah langsung menutupi wajahnya seraya bertanya, "Apakah wanita itu juga bermimpi?"

Keheranan Ummu Salamah itu bukanlah sesuatu yang aneh. Hal yang sama Pernah terjadi pada diri Aisyah yang lebih berilmu, seperti disebutkan dalam suatu riwayat dia berkata, "Kecelakaan bagimu. Apakah wanita akan mengalami seperti itu?" Dia berkata seperti itu dengan maksud untuk mengingkari bahwa wanita juga bisa bermimpi.

Keheranan Ummu Salamah dan Aisyah r.a. lebih disebabkan ketidaktahuan. Karena, tidak seluruh wanita bisa bermimpi, melainkan sebagian mereka. Namun, keheranan ini bisa dituntaskan oleh jawaban Nabi saw., "Na'am, taribat yaminuki," ("Benar, seorang wanita bisa bermimpi)." Kemudian ada bukti nubuwwah di akhir ucapan beliau: "Sesuatu yang bisa menyerupai dirinya adalah anaknya."

Ilmu pengetahuan modern telah membuktikan perkataan itu. Laki-laki dan wanita saling bersekutu dalam pembentukan janin. Benih datang dari pasangan laki-laki menuju indung telur dalam tubuh wanita. Lalu, keduanya bercampur, dalam pengertian separo sifat-sifat yang diwariskan kira-kira bersumber dari laki-laki dan separo lainnya kira-kira berasal dari perempuan. Kemudian bisa juga terjadi pertukaran dan kesesuaian, sehingga ada sifat-sifat yang lebih menonjol antara keduanya. Dari sinilah terjadi penyerupaan.

Pelajaran berharga yang bisa dipetik, selagi kita dikungkung rasa malu dan tidak mau mengetahui hukum-hukum din, maka ini merupakan kesalahan yang amat besar, bahkan bisa berbahaya. Ada baiknya kita membiasakan diri untuk tidak merasa malu dalam mempelajari hukum-hukum Islam, baik hukum yang kecil maupun hukum yang besar. Sebab, jika seseorang, terutama wanita, lebih banyak dikungkung rasa malu, dia terhalang untuk mengetahui sesuatu.

Mujahid Rahimahullah berkata, "Orang yang malu dan sombong tidak akan mau mempelajari ilmu." Sebuah nasihat berharga yang secara eksplisit menganjurkan orang-orang yang mencari ilmu agar tidak merasa lemah dan takkabur, sebab kedua hal tersebut dapat menghalangi semangat mencari ilmu.

Di antara kebaikan keislaman seseorang adalah jika dia mengetahui dinnya. Karena itu, Islam mewajibkan, baik kepada laki-laki maupun wanita untuk mencari ilmu. Bukankah Allah juga berfirman, "Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui?" (Az-Zumar: 9). Bahkan, terdapat ayat yang secara khusus ditujukan kepada ummahatul mukminin, berupa anjuran mempelajari kandungan Alquran sunah, "Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah." (Al-Ahzab: 34).

Karena perintah Allah inilah, para Sohabiyah merasakan keutamaan ilmu. Mereka pun pergi menemui Nabi saw. dan menuntut suatu majlis belajar din bagi mereka. Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri r.a., dia berkata, "Para wanita berkata kepada Nabi saw., 'Kaum laki-laki telah mengalahkan kami atas diri baginda, maka buatlah bagi kami dari waktu baginda.' Maka beliau menjanjikan suatu hari kepada mereka. Pada saat itu beliau menemui mereka dan memberi wasiat serta perintah kepada mereka. Di antara yang beliau katakan kepada mereka adalah, 'Tidaklah ada di antara kamu sekalian seorang wanita yang ditinggal mati oleh tiga anaknya, melainkan anak-anaknya itu menjadi penghalang baginya dari neraka?' Seorang wanita bertanya, 'Bagaimana dengan dua anak?' Maka beliau menjawab, 'Begitu pula dua anak'." (Abu Zahrah, diadaptasi dari tulisan Majdi as-Sayyid Ibrahim).

Sumber : Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Sunday, September 27, 2015

Buah Kesabaran

Anas bin Malik r.a. berkata, "Anak laki-laki Abu Thalhah dari Ummu Salamah meninggal dunia." Maka, istrinya berkata kepada keluarganya, 'Jangan kalian beritakan kepada Abu Thalhah tentang kematiannya, sampai aku sendiri yang mengabarkannya'!"

Anas bin Malik berkata, "Abu Thalhah datang dan dihidangkan kepadanya makan malam, maka ia pun makan dan minum, sang istri kemudian berdandan indah, bahkan lebih indah dari waktu-waktu yang sebelumnya. Setelah dia merasa bahwa Abu Thalhah telah kenyang dan puas dengan pelayanannya, sang istri bertanya, 'Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu tentang suatu kaum yang meminjamkan sesuatu kepada sebuah keluarga, lalu mereka mengambil barang yang dipinjamkannya, apakah mereka berhak menolaknya?' Ia berkata, 'Tidak (berhak)!' 'Jika demikian, maka mintalah pahalanya kepada Allah tentang putramu (yang telah diambilnya kembali)!' kata sang isteri. Suaminya menyergah, 'Engkau biarkan aku, sehingga aku tidak mengetahui apa-apa, lalu engkau beritakan tentang (kematian) anakku?' Setelah itu, ia berangkat mendatangi Rasulullah saw. lalu ia ceritakan apa yang telah terjadi."

"Maka, Rasulullah saw. bersabda, 'Semoga Allah memberkahi kalian berdua tadi malam.' Anas berkata, 'Lalu istrinya mengandung dan melahirkan seorang anak. Kemudian Abu Thalhah berkata kepadaku, 'Bawalah dia kepada Nabi saw.' Lalu aku bawakan untuknya beberapa buah kurma. Nabi saw. lalu mengambil anak itu seraya berkata, 'Apakah dia membawa sesuatu?' Mereka berkata, 'Ya, beberapa buah kurma,' Nabi saw. kemudian mengambilnya dan mengunyahnya, lalu diambilnya dari mulutnya, kemudian diletakkannya di mulut bayi itu dan beliau menggosok-gosokkannya pada langit-langit mulut bayi itu, dan beliau menamainya Abdullah." (HR Al-Bukhari).

Dalam riwayat Al-Bukhari, Sufyan bin Uyainah berkata, "Seorang laki-laki dari shahabat Ansar berkata, 'Aku melihat mereka memiliki sembilan anak. Semuanya telah hafal Alquran, yakni dari anak-anak Abdullah, yang dilahirkan dari persetubuhan malam itu, yaitu malam wafatnya anak yang pertama, yaitu Abu Umair yang Nabi saw. mencandainya seraya berkata, 'Hai Abu Umair, apa yang sedang dilakukan anak burung pipit'?''

Dalam riwayat lain, lihat Baradul Akbad hlm. 25 disebutkan, "Ia berkata, 'Maka istrinya pun hamil mengandung anaknya, lalu anak itu ia beri nama Abdullah, lalu Rasulullah saw. bersabda, 'Segala puji bagi Allah yang menjadikan dalam umatku orang yang memiliki kesabaran seperti kesabaran seorang wanita dari Bani Israil.' Kepada beliau ditanyakan, 'Bagaiman beritanya wahai Rasulullah?' Beliau bersabda, 'Dalam Bani Israil terdapat wanita bersuami yang memiliki dua anak. Suaminya memerintahkannya menyediakan makanan untuk orang-orang yang ia undang. Para undangan berkumpul di rumahnya. Ketika itu kedua anaknya keluar untuk bermain, tiba-tiba mereka terjatuh ke dalam sumur dekat rumahnya. Sang istri tidak hendak mengganggu suaminya bersama para tamunya, maka keduanya ia masukkan ke dalam rumah dan ditutupinya dengan pakaian. Ketika para undangan sudah pulang, sang suami masuk seraya bertanya, 'Di mana anak-anakku?' Istrinya menjawab, 'Di dalam rumah.' Ia lalu mengenakan minyak wangi dan menawarkan diri kepada suaminya, sehingga mereka melakukan jimak. Sang suami kembali bertanya, 'Di mana anak-anakku?' 'Di dalam rumah,' jawab istrinya. Lalu sang ayah memanggil kedua anaknya. 'Tiba-tiba mereka keluar memenuhi panggilan. Sang istri terperanjat, 'Subhanallah, Mahasuci Allah, demi Allah keduanya telah meninggal dunia, tetapi Allah menghidupkannya kembali sebagi balasan dari kesabaranku!" []

Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua

Dari Aim Amr Asy-Syaibani, dia berkata, "Pemilik rumah ini meriwayatkan kepadaku -sambil memberikan isyarat dengan tangannya ke rumah Abdullah- dia berkata,


'Saya bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Apakah perbuatan yang paling dicintai Allah Azza wa Jalla?." Nabi menjawab, "Shalat pada waktunya". Kemudian saya bertanya lagi, "Lalu apa?." Rasulullah menjawab, 'Kemudian berbuat baik kepada kedua orang tad'. Lalu saya kembali bertanya, "Lalu apa?" Rasulullah menjawab, "Kemudian jihad dijalan Allah'." Abdullah berkata, 'Rasulullah menerangkan perkara tersebut kepadaku. Sekiranya aku meminta tambahan kepadanya, maka niscaya beliau akan menambahnya untukku.'

Shahih, disebutkan di dalam kitab Al Inua* (1197), (Bukhari, 9. Kitab Mawaqitush-Shalat, 5- Bab Fadhlus-Shalati li Waqtiha. Muslim, 1-Kitab Al Iman, hadits 137,138,139 dan 140)

Dari Abdullah bin Umar, dia berkata

"Ridha Tulian terletak pada ridlta kedua orang tua dan kemurkaan Tuhan terletak pada kemurkaan kedua orang tua".

Hasan mauquf dan shahih marfu' didalam kitab Ash-Shahihah (515).[] 
(sumber: kumpulan hadis adabul mufrad)

Wanita ; Ibu, Pengatur Rumah Tangga, dan Kehormatan yang Harus Dijaga

Rasulullah saw bersabda :

"Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang dan subur keturunannya, karena sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan para Nabi lain pada hari kiamat nanti"

Rasululllah saw bersabda pada seorang ibu untuk menjelaskan haknya atas pemeliharaan anak setelah ia bercerai dengan suaminya 

"Engkau lebih berhak atasnya sebelum engkau menikah lagi."

 Diriwayatkan bahwa ada seseorang perempuan yang ditinggal pergi oleh suaminya dan dilarang untuk keluar rumah oleh suaminya, dan ia dilarang untuk keluar rumah oleh suaminya. Lalu dikabarkan bahwa ayah wanita itu sakit. Wanita itu lantas meminta izin dari Rasulullah saw agar diperbolehkan untuk menjenguk ayahnya. Rasulullah saw kemudian menjawab :

"Hendaklah engkau takur kepada Allah, dan janganlah engkau melanggar pesan suamimu."

Rasulullah saw memerintahkan para istrinya untuk melayaninya, beliau mengatakan, "wahai Aisyah sediakanlah minuman untuk kami, wahai Aisyah sediakanlah makanan untuk kami, wahai Aisyah bawakanlah pisau cukur untuk kami dan asahlah dengan batu."

Dari Qatadah diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda :

"Jika seorang anak perempuan telah mencapai usia baligh, tidak pantas terlihat darinya selain wajah dan kedua telapak tangannya sampai bagian pergelangan (tangan)

Allah Swt bverfirman 

"Hendaklah mereka tidak menampakkan perhiasannya, kecuali apa yang biasa tampak pada dirinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke seputar dadanya. Janganlah mereka menampakkan perhiasannya selainj kepada suami mereka" (TQS. an-Nur :31)

Rasulullah saw bersabda:

"Tidak diperbolehkan seorang pria dengan seorang wanita berkhalwat (berdua-duaan) kecuali jika wanita itu disertai mahramnya."

"Tidak diperbolehkan seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan perjalanan (safar) selama sehari semalam, kecuali jika disertai mahram-nya."

Dalil-dalil syara tersebut menunjukkan dengan sangat jelas bahwa pada dasarnya seorang wanita itu adalah menjadi seorang ibu, pengatur rumah tangga, dan kehormatannya harus dijaga. [] (abuza)  

Saturday, September 26, 2015

Beberapa Cara dalam Mendidik Anak

Anak merupakan amanah di pundak kedua orang tuanya, belahan hatinya yang suci, mutiara paling berharga yang belum ber'warna'. Oleh karena itu anak siap untuk dibentuk dan dibawa ke manapun dia akan dibawa. Jika anak dibiasakan dan diajari hal-hal yang baik, maka dia akan tumbuh dengan baik dan tentu akan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat. Kedua orang tua, guru, dan pembimbingnya juga akan memperoleh pahala darti kebaikan itu. Jika dia dibiasakan dan diajari hal-hal yang buruk, diabaikan layaknya binatang, tentu dia akan menderita dan rusak. Orang yang seharusnya bertanggung jawab atas dirinya ikut berdosa.  Allah Swt berfirman;
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka." (At-Tahrim:6).
Sekalipun bapaknya memlihara dari api dunia, tapi memliharanya dari api neraka jauh lebih baik. Bapak juga berkewajiban memliharanya dengan mendidik, membimbing, mengajarinya akhlak yang baik dan menjauhkannya dari teman-teman yang buruk.

Berikut beberapa cara dalam mendidik anak :
1. Tidak membiasakan hidup mewah, tidak membuatnya menyenangi hiasan dan kesenangan, sehingga akan membiasakan umurnya untuk mendapatkan kesenangan dan kemewahan tersebut setelah besar nanti yang akhirnya justru menyeretnya kepada kehancuran.

2. Orang tua harus mengawasinya sepanjang masa, tidak mengambil pembantu atau orang yang menyusui kecuali wanita shalihah, berpegang teguh kepada agama dan hanya memakan yang halal-halal.

3. Pengawasan terhadap anak dilakukan dengan cara yang baik. Jika anak merasa malu dan tidak mau melakukan sebagian perbuatan, maka hal itu tidak dilakukan kecuali karena kemuliaan akalnya
\.
4. Jika ada sifat-sifat anak yang menjurus kepada keburukan tatkala makan, maka dia harus segera diarahkan, seperti anjuran untuk makan dengan tangan kanan, membaca basmallah sebelum makan, mengambil makanan yang dekat dengan tempatnya, tidak meninggalkan tempat makan lebih dahulu dari yang lain, tidak  memandang dengan pandangan yang tajam kepada orang lain yang makan dengannya, tidak terlalu cepat ketika makan, tidak bersuara ketika mengunyah, tidak menyuap secara terus-menerus tanpa ada jaraknya.

5. Membiasakannya mengenakan pakaian tidak berwarna-warni dan sutera, mengarahkan anak yang terlanjur menyenangi kemewahan dan mengenakan pakaian untuk gagah-gagahan.

6. Memberikan bimbingan dan pengarahan, diberikan kjesibukan di sekolah untuk mempelajari Al-Qur'an, hadits, kisah para pejuang Islam dan keadaan mereka, agar di dalam jiwanya tertanam kecintaan kepada orang-orang shalih. []. (sumber : Ensiklopedia Wanita Muslimah)