Friday, October 2, 2015

Menghilangkan Najis

Bilamana anjing menjilat perkakas atau salah satu anggota tubuhnya menyentuh perkakas tersebut dan salah satu anggota tubuh anjing itu dalam keadaan basah atau yang basah itu adalah perkakas, maka perkakas tersebut menjadi tidak bersih (najis) sampai perkakas itu dicuci tujuh kali dan salah satunya harus dengan tanah. Ketentuan ibi berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Nabi saw. telah bersabda:

“Cara membersihkan perkakas seseorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya sengan tanah”.

Babi adalah binatang yang disamakan dengan anjing karena keadaan babi lebih buruk dari anjing, sehingga pada saat hukum babi disamakan dengannya ini adalah merupakan langkah yang dianggap lebih pantas.

Cara untuk membersihkan benda yang terkena air kencing bayi laki-laki yang belum diberi akan selain ASI adalah cukup hanya dengan memercikkan air padanya dan tidak perlu sampai bercucuran. Sedangkan untuk bayi perempuan tidak demikian halnya, takni harus dicuci seperti sesuatu yang terkena air kencing orang dewasa. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ali Karramallahu Wajhahu, bahwasanya Nabi saw. telah bersabda tentang air kencing bayi:

“Hendaknya dicuci air kencing bayi wanita, dan (cukup) diperciki dari air kencing bayi laki-laki”.

Adapun cara membersihkan benda yang terkena selain najis air kencing bayi ini, maka hendaklah diperhatikan: Najis seperti tahi dan bangkai (bersifat padat) itu sendiri tidak dapat dibersihkan walau dicuci sekalipun. Oleh karena itu bila najis tersebut jatuh pada benda suci, maka untuk membersihkannya dzatiyah najis tersebut harus dihilangkan kemudian bekasnya dicuci. Sedangkan bila najis tersebut bersifat cair, seperti: air kencing, darah, arak dan sejenisnya, maka untuk membersihkan benda terkena olehnya dengan cara dicuci sekali cucian, sebagaimana dikemukakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:

“Nabi saw. telah menyuruh mereka (para sahabat) agar menyiramkan air pada bekas air kencing seorang Arab dari dusun dengan seember air”.

Bilamana bagian bawah sepatu mengenai najis, maka hendaklah diperhatikan: jika najis tersebut basah, maka sepatu tersebut harus dicuci. Sedangkan jika najis itu kering, maka cukup hanya dengan digosokkan pada tanah. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri r.a., bahwasanya Nabi saw. telah bersabda:

“Apabila salah seorang di antara kalian datang ke masjid, maka perhatikanlah kedua sandalnya. Bilamana pada bagian bawahnya terdapat kotoran, maka sapukanlah pada tanah kemudian shalatlah dengan mengenakannya”.

Cara untuk menghilangkan semua najis, baik najis yang bersifat cair; seperti darah, maupun yang bersifat padat; seperti tahi, adalah hanya dengan air, tidak bisa dengan yang lainnya, sekalipun itu bersifat cait, kecuali jika ada nash yang membolehkannya. Namun demikian, nash tersebut pun hanya khusus untuk yang dimaksud saja. Cara menghilangkan najis dengan dengan air ditetapkan oleh sekian banyak hadits shahih, antara lain:

Dari Asma’inti Abu Bakar r.a., ia berkata:

“Seorang perempuan telah datang kepada Nabi saw., lalu ia bertanya: Salah seorang di antara kami bajunya terkena darah haid, bagaimanakah kami harus berbuat? Maka beliau menjawab: Hendaklah ia membilasnya untuk menghilangkan dzatiyahnya, kemudian menggaruknya dengan jari jemarinya bersama air, kemudian mencucinya, kemudian shalat dengannya”.


Dari Abdullah bin Umar, bahwasanya Abu Tsa’labah telah berkata:

“Ya Rasulullah, berilah kami fatwa tentang perkakas orang-orang majusi mana kala kami terpaksa membutuhkannya! Beliau bersabda: Mana kala kalian terpaksa membutuhkannya, maka cucilah dengan air dan masaklah kalian dengannya!”.

Dari Abdullah bin Sa’ad, ia telah berkata:

“Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang air yang keluar sesudah air. Maka beliau menjawab: Itu adalah madzi, dan setiap laki-laki mempunyai madzi, cucilah farji dan kantung kedua buah dzakarmu karenanya, dan berwudlulah seperti wudlumu untuk shalat”.

Semua hadits di atas adalah sebagai dalil yang menunjukkan, sesungguhnya najis hanya dapat dihilangkan dengan air dan tidak bisa dengan yang lain. Adapun bila diperoleh nash yang menyalahinya, maka hal itu sifatnya khusus untuk yang dimaksud oleh nash tersebut, seperti halnya kulit; bahwasanya kulit itu bisa suci dengan cara disamak, berdasarkan adanya nash untuknya sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., dimana ia telah berkata:


“Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Kulit apa saja bila disamak, maka kulit itu menjadi suci”.

Sumber : Ahkamus Sholat Pengarang Syaikh Ali Raghib

No comments:

Post a Comment