Friday, October 16, 2015

Hukum Wanita Haidh Membaca al-Quran Melalui Internet dan Ponsel

Terkait hukum wanita haid membaca Al-Qur'an melalui internet dan ponsel, asy-Syaikh al-Alim Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir hizbut tahrir memberikan jawaban atas pertanyaan di halaman facebook beliau. Berikut jawaban beliau. 
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Untuk menjawab pertanyaan tersebut harus dijelaskan tiga perkara, yaitu:
Membaca al-Quran secara lisan dari hafalan yakni bukan dari mushaf, menyentuh mushaf dan membaca dari mushaf, membawa tablet atau ponsel yang di dalamnya ada program al-Quran al-Karim dan membaca darinya:
Adapun wanita Haidh membaca al-Quran secara lisan dari hafalan maka itu merupakan masalah yang para fukaha berbeda pendapat tentangnya. Diantara mereka ada yang mengharamkannya dan diantara mereka ada yang membolehkannya… Yang rajih menurut saya dalam masalah tersebut adalah bahwa membaca al-Quran untuk wanita Haidh di mana ia melafazhkannya adalah tidak boleh. Al-Hakim telah mengeluarkan di al-Mustadrak dari Sulaiman bin Harb dan Hafshin bin Amru bin Murrah dari Abdullah bin Salamah, ia berkata: kami menemui Ali ra, saya dan dua orang laki-laki… lalu Ali ra berkata:
«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْضِي الْحَاجَةَ، وَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ، وَيَأْكُلُ اللَّحْمَ، وَلَمْ يَكُنْ يَحْجُبُهُ عَنْ قِرَاءَتِهِ شَيْءٌ لَيْسَ الْجَنَابَةُ.»
“Rasulullah saw membuang hajat, membaca al-Quran, dan beliau memakan daging. Tidak ada yang menghalangi beliau dari membaca al-Quran sesuatu pun selain janabah.”
Al-Hakim berkata: “ini hadits shahihu al-isnad”. Dan adz-Dzahabi menshahihkannya. Jelas dari hadits tersebut bawha Rasul saw membaca al-Quran secara lisan dari hafalan kecuali jika beliau sedang junub. Artinya tidak boleh bagi orang yang sedang junub membaca al-Quran. Apa yang berlaku bagi orang yang sedang junub juga berlaku bagi wanita yang sedang Haidh dari sisi membaca al-Quran.
Karena itu yang rajih menurut saya adalah bahwa wanita Haidh tidak boleh membaca al-Quran.
Adapun orang yang sedang junub dan wanita Haidh menyentuh al-Quran maka tidak boleh. Hal itu adalah haram sesuai firman Allah SWT:
﴿لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ﴾
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (TQS al-Waqi’ah [56]: 79)
Dan karena hadits mulia yang dikeluarkan oleh imam Malik di al-Muwatha’ dari Abdullah bin Abu Bakar bin Hazmin, bahwa di dalam surat yang ditulis oleh Rasulullah saw untuk Amru bin Hazmin terdapat:
«أَنْ لَا يَمَسَّ الْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ»
“Tidak menyentuh al-Quran kecuali orang yang suci.”
Dan dalam riwayat yang lain oleh imam Mallik di al-Muwatha’ secara lengkap nama Abdullah sebagai berikut: “dari Abdullah bin Abiy Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazmin … Ath-Thabarani telah mengeluarkan di Mu’jam al-Kabîr dan Mu’jam ash-Shaghîr dari Salim bin Abdullah bin Umar dengan lafazh: “Dari Sulaiman bin Musa, aku mendengar Salim bin Abdullah bin Umar menceritakan hadits dari bapaknya, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
«لَا يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ»
“Tidak menyentuh al-Quran kecuali orang yang suci.”
Karena itu yang rajih menurut saya adalah haram bagi wanita Haidh menyentuh mushaf al-Quran dan membaca darinya.
Sedangkan membawa tablet atau ponsel yang memuat program al-Quran al-Karim, para fukaha telah membahas masalah tersebut. Saya ingin memulai dengannya. Yaitu membawa mushaf jika berada di dalam kotak atau tas… Masalah ini para fukaha berbeda pendapat tentangnya:
(Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa tidak apa-apa orang yang sedang junub dan berhadats membawa mushaf dengan gantungan, atau dengan penghalang yang tidak menyatu dengan mushaf, sebab itu bukan menyentuh mushaf sehingga tidak terlarang dari orang itu sebagaimana seandainya ia membawa mushaf di tangannya. Sebab larangan yang ada tidak lain dari menyentuh, sedangkan di sini tidak ada sentuhan. Hanafiyah berkata, “Seandainya ia membawa mushaf dengan penutup yang tidak melingkupi mushaf atau di dalam tas atau semacam itu maka tidak dibenci (lâ yukrahu)… Malikiyah dan Syafi’iyah, dan dalam satu riwayat dari Ahmad, berpendapat bahwa hal itu tidak boleh. Malikiyah berkata, “Orang yang tidak suci tidak boleh membawa mushaf meskipun di atas bantal atau semacamnya seperti kursi mushaf atau di dalam penutup atau dengan gantungan.” Syafi’iyah berkata dalam riwayat yang lebih shahih menurut mereka, “Tidak boleh membawa dan menyentuh rajutan atau kotak yang di dalamnya ada mushaf, yakni jika memang disiapkan untuk membawa mushaf itu. Tidak dilarang menyentuh atau membawa kotak yang disiapkan untuk barang-barang dan di dalamnya ada mushaf.”)
Jelas bahwa masalah ini di dalamnya ada perbedaan pendapat secara fikih. Yang saya rajihkan adalah boleh membawa ponsel tanpa suci meskipun ponsel itu memuat program al-Quran al-Karim sebab itu tidak mengambil hukum mushaf. Fakta tersimpannya program al-Quran al-Karim di memori ponsel bukan seperti tulisan. Sebagaimana ponsel itu juga memuat program-program lain selain program al-Quran al-Karim dan digunakan dalam urusan-urusan lain selain membaca al-Quran sehingga tidak mengambil hukum mushaf. Dan dikecualikan dari hal itu dua keadaan:
Pertama, ketika program al-Quran itu dijalankan dan teks al-Quran muncul di layar:
Dalam keadaan ini maka teks yang tertulis itu mengambil hukum mushaf sebab hal itu termasuk tulisan teks. Haram menyentuh layar yang di situ tertulis teks al-Quran kecuali orang yang suci sebab itu posisinya seperti tulisan di atas kertas, lembaran, dan kulit yang di atasnya tertulis mushaf. Atas dasar itu maka jika orang yang membawa ponsel itu ingin membaca al-Quran yang ada di dalam memori ponselnya dengan membuka layar, maka ia tidak boleh melakukan itu kecuali ia sedang suci. Demikian juga jika layar ponsel itu terbuka di atasnya ada teks al-Quran maka tidak boleh dibawa kecuali oleh orang yang suci.
Adapun jika ponsel itu tidak terbuka teks al-Quran di layarnya:
Dalam keadaan ini boleh dibawa oleh orang yang sedang junub hingga meskipun di dalam program yang tersimpan di memori ponsel itu ada program al-Quran al-Karim. Sebab tahqiq manath ponsel itu jika tidak ada teks al-Quran yang tampak di layarnya, maka manath ini berbeda dari manath mushaf.
Kedua, ponsel itu hanya memuat program al-Quran al-Karim dimana program itu dibuka di layar untuk dibaca. Dengan ungkapan lain, ponsel itu tidak digunakan kecuali untuk membaca al-Quran saja dan di dalamnya tidak ada program lainnya. Dalam keadaan ini maka ponsel itu tidak boleh dibawa oleh orang yang sedang junub.

Ini yang saya rajihkan dalam masalah ini. Wallâh a’lam wa ahkam.
--------------------------------------------------------------------------------------------


https://www.facebook.com/Ata.abualrashtah/posts/499243093577106:0
sumber : http://hizbut-tahrir.or.id/2015/10/03/apakah-wanita-haidh-boleh-membaca-al-quran-melalui-internet-dan-ponsel/

Pelajaran dari Umat Terdahulu

"Sesungguhnya, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Alquran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman."
(Yusuf: 111).

Perjalanan hidup manusia sejak Nabi Adam a.s., yaitu manusia pertama sekaligus bapak seluruh umat manusia hingga sekarang ini, tenyata menoreh berbagai macam bekas berupa sejarah yang melukiskan perputaran roda kehidupan manusia dengan segala rona-ronanya, yang pada hakekatnya, sejarah tiada pernah henti sampai tibanya ajal yang telah ditentukan oleh Allah mengenai akhir hayat manusia dan akhir dari alam semesta ini. Karena Allah menciptakan langit dan bumi ini dan apa yang ada di antara keduanya, adalah dengan ajal yang sudah ditentukan. Semua sejarah yang pernah berlalu itu harus kita mengerti dan kita pelajari, sehingga kita bisa napak tilas generasi-generasi Rabbani, melihat apa yang didapat oleh kaum yang beriman kepada Allah, dan menyadari akibat dari orang-orang yang mengingkari seruan Ilahi. Itulah yang dititahkan di dalam Alquran kepada kita, umat akhir jaman, umat pilihan, umat Nabi yang paling mulia, Muhammad saw., bahwa Allah menjadikan perjalanan umat-umat terdahulu itu sebagai ibrah bagi kita.

"Sesungguhnya, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Alquran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman." (Yusuf: 111).

"Maka, apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu." (Muhammad: 10).

Kita harus menyadari bahwa mereka, umat-umat terdahulu, diadzab oleh Allah di dunia dengan adzab yang dahsyat, yang sangat mengerikan bila dibayangkan, adalah karena mereka mendurhakai, membangkang, dan mendustakan rasul yang diutus untuk mereka. Mereka mengingkari kebenaran yang disampaikan kepada mereka, meskipun telah nyata bukti-bukti kebenaran di hadapan mereka. itu adalah yang terjadi pada umat-umat terdahulu sebelum diutusnya Rasulullah saw..

Adapun berkenaan dengan umat Rasulullah saw., umat akhir jaman ini, ada keterangan dari Rasulullah saw. bahwa jika umat-umat terdahulu mendurhakai dan mendustakan nabinya, mereka segera diadzab oleh Allah swt., dan apabila umat Muhammad saw. durhaka, maka adzab mereka ditangguhkan dahulu sampai suatu masa. Tetapi, hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa Allah akan menurunkan adzab kepada umat ini, seperti yang pernah menimpa umat-umat terdahulu. Karena Allah pernah mengabarkan bahwa tidak akan mengadzab suatu kaum sedang Rasulullah saw. berada di antara mereka. Sedangkan saat ini Rasulullah saw. telah wafat. Dan Allah tidak akan mengadzab suatu kaum sedangkan mereka beristighfar kepada Allah, sedangkan manusia saat ini, lebih banyak yang lalai dari pada yang berdzikir, lebih banyak yang berbuat maksiat dari pada yang beristighfar. Maka, datangnya adzab itu sangat mungkin terjadi mengingat kondisi mayoritas manusia dewasa ini telah jauh dan teramat jauh dari petunjuk, dan terang-terangan menentang aturan Allah dan Rasul-Nya. Kemaksiatan meraja lela, zina, khamr, judi, penipuan, dan pemerkosaan hak sudah menjadi menu yang selalu disantap oleh masyarakat. Ada juga beberapa orang yang dianggap sebagai tokoh agama, justru mereka yang pertama kali menolak ketika ada tawaran penegakan syariat Islam. Ditawari saja sudah menolak mentah-mentah, bagaimana mungkin mereka akan memperjuangkan kalimatullah itu. Na'udzubillah min dzalik.

Maka dari itu, marilah kita tengok sejarah umat-umat terdahulu, agar kita menyadari betapa keras ancaman, betapa pedih dan mengerikannya siksaan yang diberikan oleh Allah kepada umat yang mendurhakai, di dunia dan di akherat, dan betapa besar nikmat yang diberikan kepada umat yang mentaati dan mengikuti petunjuk-Nya. Lebih dari itu, dengan mempelajari dan menghayati kisah-kisah orang-orang terdahulu, baik yang beriman maupun yang durhaka, kita harapkan hal itu bisa menjadi penyubur iman dan keyakinan yang ada di lubuk hati, akan kebenaran risalah Ilahi yang dibawa oleh Rasul-Nya, juga agar tumbuh rasa takut di dalam sanubari akan murka Allah, yang tiada sesuatu pun yang mampu menghalangi kehendak-Nya.

Yang pertama, kita lihat kaum Nabi Nuh a.s. yang mendustakan Nabi mereka. Tentang mereka Allah berfirman, "Sebelum mereka, telah mendustakan (pula) kaum Nuh, maka mereka mendustakan hamba Kami (Nuh) dan mengatakan, 'Dia seorang gila dan dia sudah pernah diberi ancaman'. Maka dia mengadu kepada Rabbnya, 'bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah (aku)'. Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan." (QS. 54:12)

Coba kita bayangkan, pintu-pintu langit dibuka sehingga turunlah hujan yang tercurah limpah dengan sangat deras, ditambah lagi Allah menjadikan seluruh permukaan bumi memancarkan air, hingga tanah yang gersang sekalipun. Maka, air dari langit bertemu dengan air yang memancar dari bumi hingga akhirnya meninggi setinggi puncak gunung. Habislah apa yang dimuka bumi, tenggelam semuanya. Apakah hukuman mereka hanya sebatas itu? Tidak. Allah berfirman, "Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah." (Nuh: 25).

Adapun Nabi Nuh a.s. dan orang-orang yang beriman bersama dengannya, mereka diselamatkan oleh Allah. "Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku. Yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai balasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh). Dan sesungguhnya telah Kami jadikan kapal itu sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran." (Al-Qamar: 13-14).

Itu adalah merupakan sejarah besar yang pernah berlalu di muka bumi ini yang harus kita ambil sebagai pelajaran. Tak hayal kalau ada sekelompok manusia di bumi ini yang mungkin karena keingin tahuan mereka terhadap bukti-bukti sejarah, mereka berusaha mencari-cari bangkai kapal Nabi Nuh a.s..

Yang kedua, kaum 'Ad. Yaitu kaum Nabi Hud a.s., yang mampu membangun bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun semisalnya. "Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Rabbmu berbuat terhadap kaum 'Aad. (yaitu) Penduduk Iram yang mempunyai bangunan yang tinggi. Yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain." (Al-Fajr: 6-8). Tetapi kelebihan yang ada pada mereka itu tidak dapat memberikan manfaat sedikitpun kepada mereka ketika mereka mendustakan Nabi Hud a.s., yang kemudian diadzab oleh Allah, "Kaum 'Aadpun telah mendustakan (pula). Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas yang terus-menerus, yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok korma yang tumbang. Maka betapakah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku." (Al-Qamar: 18-21). Diterangkan pula dalam surah yang lain, "Adapun kaum 'Aad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang. yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum 'Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tanggul-tanggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk)." (Al-Haaqqah: 6-7). Padahal, adzab mereka tidak cukup sebatas itu, bahkan adzab yang akan mereka terima di akherat lebih pedih.

Berikutnya, kaum nabi Luth a.s.. Kaum yang padanya terkumpul antara inkar (kafir) kepada Allah dan Rasul-Nya, dan perbuatan keji yang belum dilakukan oleh kaum yang sebelumnya. Yaitu, mereka menyukai sesama jenis mereka dan meninggalkan istri-istri mereka. Perbuatan mereka ini sangat terkutuk. Perbuatan yang mencerminkan rusaknya fitrah, dan kacaunya perikemanusiaan dan hati nurani mereka. Istilah dari perbuatan seperti yang mereka lakukan itu disebut liwath, mengingat asalnya adalah dari kaum Nabi Luth a.s.. Dan di jaman sekarang, perbuatan tersebut dikenal dengan homosek.

Jika di jaman Nabi Luth a.s. dikhabarkan bahwa mereka melakukannya antara laki-laki dengan laki-laki, tetapi di saat ini, kaum perempuan tidak mau ketinggalan. Sebagian mereka juga ada yang berpikiran menyimpang dari fitrah kemanuasiaan, yaitu ketika sebagian mereka menyukai sesama jenis mereka. hal ini dikenal dengan istilah lesbi. Bahkan, ada khabar yang sangat heboh menunjukkan kebejatan sebagian manusia dewasa ini, ketika telah disahkan perbuatan keji mereka itu, di salah satu belahan bumi di Eropa. Yaitu, mereka mengesahkan undang-undang kawin sejenis. Na'udzubillah min dzalik. Bukankah ini perbuatan yang sudah benar-benar melanggar aturan Allah dan melampaui batas yang dilakukan dengan terang-terangan?

Lalu, apa yang diganjarkan Allah kepada kaum Nabi Luth a.s. setelah keingkaran dan pembangkangan mereka itu? Sebelum itu, Nabi Luth a.s. tak henti-hentinya mengingatkan kepada mereka untuk bertauhid kepada Allah, dan meninggalkan perbuatan keji mereka. Tetapi, apakah jawaban mereka? "Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan, 'Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (menda'wakan dirinya) bersih'." (AnNaml:56). Kemudian, setelah itu Allah memberikan keputusan untuk mereka. Allah berfirman, "Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. Yang diberi tanda oleh Rabbmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim." (Hud: 82-83). Dan tentang tamu Nabi Ibrahim, Allah berfirman, "Ibrahim bertanya, 'Apakah urusanmu hai para utusan?' Mereka menjawab, 'Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa (kaum Luth). Agar kami timpakan kepada mereka batu-batu dari tanah yang (keras), yang ditandai di sisi Rabbmu untuk (membinasakan) orang-orang yang melampaui batas. Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang-orang yang berserah diri. Dan Kami tinggalkan pada negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut pada siksa yang pedih." (Adz-Dzariyat: 31-37).

Kisah-kisah di atas, dan masih banyak kisah-kisah yang lain, seperti kaum Madyan, kaum Tsamud, Fir'aun, dan lain-lainnya, sangatlah penting untuk kita ambil pelajaran. Karena, semua itu berkaitan dengan masalah tauhid. Semua kisah tersebut bukanlah kisah yang dibuat-buat, dan sekedar hanya untuk bahan dongengan. Akan tetapi, mengandung sesuatu yang sangat besar. Semua kisah tersebut berasal dari Alquran. Dan Alquran, seluruhnya berisi tentang penetapan terhadap tauhid, memurnikan peribadatan hanya untuk Allah semata, atau mengesakan Allah dalam beribadah. Dan kisah-kisah di atas semuanya bermuatan tauhid, yaitu ketika berbicara tentang umat yang mengingkari seruan tauhid, yang merupakan inti ajaran para rasul. Masalah tauhid, adalah masalah yang sangat asas dan prinsip. Apabila seseorang keliru dalam masalah tersebut, berarti dia tergelincir ke jurang kesesatan dan kecelakaan yang berkepanjangan. Na'udzubillah min dzalik. Semoga Allah menunjukkan kita jalan-Nya yang lurus dan tidak tergelincir seperti kebanyakan orang.

Berkenaan dengan kisah-kisah seperti tersebut di atas, Syekh Utsaimin rahimahullah mengatakan, "Sesungguhnya, dalam menyikapi kisah-kisah tersebut dan semisalnya, manusia terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, mereka yang mengetahui dan mengenal Allah beserta tanda-tanda kekuasaan-Nya yang terjadi, kemudian mereka mengambil pelajaran dari kejadian yang dialami orang-orang yang telah lalu, hingga mereka kembali kepada Allah, takut, sangat takut apabila mereka tertimpa apa yang telah menimpa orang-orang terdahulu. Allah berfirman, 'Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.' (Muhammad: 10). Adapun kelompok kedua, kelompok yang jahil (bodoh) dan tidak mengenal Allah, hati mereka kosong dari keimanan dan keras karena kedurhakaan mereka. Mereka berkata, 'Sesungguhnya kejadian-kejadian itu adalah alamiah'. Sehingga mereka tidak memperhatikannya, dan tidak melihat akibat yang datang dari Allah, yaitu akibat bagi orang-orang yang mendustakan Allah dan para rasul-Nya. Kita memohon kepada Allah dengan ayat-ayatnya, dan dengan asma'-asma ' dan sifat-sifat-Nya, agar menjadikan kita sebagai orang yang mampu mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan-Nya, dan takut akan ancaman dan siksa-Nya. Dan semoga Allah melimpahkan kasih sayang-Nya kepada kita, sesungguhnya Dia Maha Pemberi."

Demikianlah, hendaknya kita bisa mengambil pelajaran dari kisah-kisah tersebut, dan menambah rasa takut kepada Allah, apabila ditimpakan kepada kita apa-apa yang telah ditimpakan terhadap umat-umat terdahulu.

Kisah-kisah di atas telah terjadi ribuan tahun yang lalu. Namun, belum lama ini, di akhir tahun 2004, penduduk bumi kembali dikejutkan dengan kejadian yang sungguh luar biasa, yang kemudian diaggap sebagai bencana kelas dunia. Yaitu, ketika bumi digoncangkan oleh Allah dengan dahsyat, kemudian Allah mengirimkan gelombang yang juga sangat hebat dan mengerikan yang mampu menyapu apa yang dilewatinya, yaitu gelombang tsunami, yang hanya beberapa detik mampu memporak-porandakan beberapa kota di negara-negara kawasan benua Asia, dan menyebabkan melayangnya seratus ribu lebih nyawa manusia. Yang jadi pertanyaan, mengapa akibat terparah justru menimpa Indonesia, yang kabarnya masyarakat mayoritas muslim?!.

Meski peristiwa itu, dianggap sebagai musibah, bencana alam, atau yang lainnya, yang jelas itu peringatan keras dari Allah swt. selain hal itu juga merupakan isyarat telah dekatnya hari kiamat, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis riwayat Al-Bukhari bahwa di antara tanda-tanda kiamat adalah banyaknya terjadi gempa bumi.

Bahkan saat ini, air mata bangsa Indonesia belum kering, dan luka hati mereka belum terobati, sebab belum lama ini musibah dahsyat berupa gempa bumi memporak-porandakan Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya hingga menelan korban yang sangat banyak sekitar 6000 jiwa melayang.

Sesuatu yang tidak disangka-sangka oleh kebanyakan manusia sebab saat terjadi gempa, mereka sedang berkonsentrasi menghadapi gunung merapi yang dikhawatirkan meledak. Tetapi, Allah berkehendak lain. Dan tidak ada seorang pun yang akan selamat dari makar Allah. Hendaknya, kejadian tersebut bisa menjadi ibrah bagi seluruh manusia yang masih diberi kesempatan oleh Allah di dunia ini.

Jika sekiranya penduduk bumi beriman dan bertakwa, pasti Allah akan melimpahkan rahmat dan berkah-Nya dari langit dan bumi. Tetapi jika mereka ingkar, bagi mereka adalah ancaman akan datangnya adzab untuk mereka. Allah berfirman, "Apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman sekiranya adzab kami datang menimpa mereka di malam hari, sedang mereka dalam keadaan terlelap tidur? Ataukah mereka merasa aman apabila adzab kami datang kepada mereka di waktu dhuha dan mereka sedang asyik bermain? Apakah mereka merasa aman dari makar Allah? Sesungguhnya tidak ada yang merasa aman dari makar Allah kecuali orang-orang yang rugi." (Al-A'raf: 97-99).

Di dalam surah Al-mulk, Allah juga telah memperingatkan, "Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang. atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku.Dan sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul-Nya). Maka alangkah hebatnya kemurkaan-Ku. (Al-Mulk: 16-18).

Jika kita amati, ternyata, memang sudah kelewat kedurhakaan yang dilakukan umat manusia dewasa ini. Di Indonesia yang kedengarannya banyak orang-orang baik, ternyata orang-orang yang tidak baik tak kalah banyak, justru lebih banyak. Pelacuran, kehidupan bebas, perjudian, khamr, dan maksiat-maksiat lain sudah menyebar luas meraja lela di setiap pelosok negeri tak terkecuali di Aceh yang dikenal sebagai serambi Mekah. Kebanyakan manusia lupa, lalai, dan mati hatinya sehingga mereka jauh dari petunjuk. Maka, peringatan-peringatan Allah tidak berarti bagi mereka dan mereka dengan terang-terangan menentang Allah dan mendustakan nabi-Nya. Hingga tak hayal, dan sudah menjadi kenyataan, Allah menurunkan adzab-Nya yang sangat dahsyat, yang tak seorangpun mampu menghalanginya. Meskipun di antara yang terkena bencana itu adalah orang-orang saleh. Karena siksa Allah yang diturunkan belum tentu hanya menimpa orang-orang zhalim saja, namun orang-orang saleh bisa jadi ikut terkena akibatnya. Orang-orang saleh meskipun terkena getahnya, mereka akan menuju kepada ampunan dan rahmat Allah. Maka dari itu, kita diperintahkan untuk takut apabila Allah menurunkan adzab-Nya. ''Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak menimpa orang-orang zalim di antaramu saja. Dan ketahuilah Allah amat keras siksaan-Nya.'' (Al-Anfaal: 25). Agaknya, ayat ini perlu hadir ketika berbagai bencana menerpa. Terutama, saat hanya dalam beberapa detik bencana terbesar dalam sejarah Indonesia dan negeri-negeri Asia. Bahwa, bencana-bencana itu tidak bisa disikapi sebatas peristiwa alam biasa. Tapi, juga membawa sebagian siksa Allah serta peringatan yang sangat besar dan menakutkan bagi mereka yang masih di dunia.
Sikap itulah yang segera dihadirkan Khalifah Umar bin Khattab ketika gempa besar melanda. Diriwayatkan oleh Shafiyah binti Ubaid bahwa sesudah gempa Umar berpidato, ''Kalian suka melakukan bid'ah yang tidak ada dalam Alquran, sunah Rasul, dan ijma (kesepakatan umum) para sahabat Nabi, sehingga kemurkaan dan siksa Allah turun lebih cepat.'' (Sunan Al Baihaqi). Pernyataan Umar menarik didalami. Beliaulah kepala negara yang begitu adil, termasuk kepada orang kafir, serta teguh dan lurus menjalankan petunjuk Allah selama pemerintahannya.
Di masa Umar, ia takkan membiarkan ada kemungkaran besar, semacam kemusyrikan, pemurtadan, pembantaian manusia, saling bunuh, judi, prostitusi, dan fanatisme jahiliyah. Bahkan, korupsi recehan pun tidak dibiarkan, seperti saat Umar menyita hadiah Gubernur Syam Muawiyah kepada ayahnya, Abu Sufyan, yang diduga dari harta negara dan rakyat. Namun demikian, Umar tetap mengaitkan bencana dengan dosa manusia. Saat itu berbagai kesalahan warga memang mulai terjadi, seperti korupsi, malas berjihad, dan sikap menumpuk-numpuk harta karena negara telah makmur.
Jika di masa Umar yang mendapat pujian dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai generasi terbaik terjadi bencana, lalu bagaimana dengan keadaan kita? Sungguh sangat mungkin Allah akan mendatangkan malapetaka kepada umat manusia, mengingat manusia semakin durhaka, tidak banyak yang berdzikir dan beristighfar, serta Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sudah tidak ada di antara mereka. Maka, tidak ada yang menjamin keamanan dari murka Allah.
Kita, yang sudah mendengar kisah-kisah orang terdahulu dan yang telah menyaksikan peristiwa dahsyat yang menimpa manusia, jika masih ada kebaikan dalam hati kita tentu kita akan terhenyak, ingat, menyadari diri, serta mulai interospeksi. Sehingga akan benar-benar memahami dan mengerti lalu kembali kepada jalan dan petunjuk Allah swt., mendekatkan diri, menghadapkan wajah dan memurnikan peribadatan kepada-Nya, memperbanyak istighfar atas kesalahan dan kelalaian yang telah dilakukan.

Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya, memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan melindungi kita dari murka-Nya. (Zen Yusuf Al-Choodry) 

Wednesday, October 14, 2015

Kumpulan Hadis : Akibat Berbuat Maksiat


1. Janganlah memandang kecil kesalahan (dosa) tetapi pandanglah kepada siapa yang kamu durhakai. (HR. Aththusi)

2. Perbuatan dosa mengakibatkan sial terhadap orang yang bukan pelakunya. Kalau dia mencelanya maka bisa terkena ujian (cobaan). Kalau menggunjingnya dia berdosa dan kalau dia menyetujuinya maka seolah-olah dia ikut melakukannya. (HR. Ad-Dailami)

3. Demi yang jiwaku dalam genggamanNya. Tiada dua orang saling mengasihi lalu bertengkar dan berpisah kecuali karena akibat dosa yang dilakukan oleh salah seorang dari keduanya. (HR. Ad-Dailami)

4. Celaka orang yang banyak zikrullah dengan lidahnya tapi bermaksiat terhadap Allah dengan perbuatannya. (HR. Ad-Dailami)

5. Barangsiapa mencari pujian manusia dengan bermaksiat terhadap Allah maka orang-orang yang memujinya akan berbalik mencelanya. (Ibnu Hibban)

6. Tiada sesuatu yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tiada yang dapat menambah umur kecuali amal kebajikan. Sesungguhnya seorang diharamkan rezeki baginya disebabkan dosa yang diperbuatnya. (HR. Tirmidzi dan Al Hakim)

7. Tiada seorang hamba ditimpa musibah baik di atasnya maupun di bawahnya melainkan sebagai akibat dosanya. Sebenarnya Allah telah memaafkan banyak dosa-dosanya. Lalu Rasulullah membacakan ayat 30 dari surat Asy Syuura yang berbunyi : "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (Mashabih Assunnah)

8. Apabila suatu kesalahan diperbuat di muka bumi maka orang yang melihatnya dan tidak menyukainya seolah-olah tidak hadir di tempat, dan orang yang tidak melihat terjadinya perbuatan tersebut tapi rela maka seolah-olah dia melihatnya. (HR. Abu Dawud)

9. Barangsiapa meninggalkan maksiat terhadap Allah karena takut kepada Allah maka ia akan memperoleh keridhoan Allah. (HR. Abu Ya'la)

10. Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. (HR. Ath-Thabrani)

11. Jangan menyiksa dengan siksaan Allah (artinya: menyiksa dengan api). (HR. Tirmidzi dan Al-Baihaqi)

12. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang maka dipercepat tindakan hukuman atas dosanya (di dunia) dan jika Allah menghendaki bagi hambanya keburukan maka disimpan dosanya sampai dia harus menebusnya pada hari kiamat. (HR. Tirmidzi dan Al-Baihaqi)

13. Apabila kamu menyaksikan pemberian Allah dari materi dunia atas perbuatan dosa menurut kehendakNya, maka sesungguhnya itu adalah uluran waktu dan penangguhan tempo belaka. Kemudian Rasulullah Saw membaca firman Allah Swt dalam surat Al An'am ayat 44 : "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu, mereka terdiam berputus asa." (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)
 
14. Sayyidina Ali Ra berkata: "Rasulullah menyuruh kami bila berjumpa dengan ahli maksiat agar kami berwajah masam." (HR. Ath-Thahawi)

15. Bagaimana kamu apabila dilanda lima perkara? Kalau aku (Rasulullah Saw), aku berlindung kepada Allah agar tidak menimpa kamu atau kamu mengalaminya. (1) Jika perbuatan mesum dalam suatu kaum sudah dilakukan terang-terangan maka akan timbul wabah dan penyakit-penyakit yang belum pernah menimpa orang-orang terdahulu. (2) Jika suatu kaum menolak mengeluarkan zakat maka Allah akan menghentikan turunnya hujan. Kalau bukan karena binatang-binatang ternak tentu hujan tidak akan diturunkan sama sekali. (3) Jika suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan maka Allah akan menimpakan paceklik beberapa waktu, kesulitan pangan dan kezaliman penguasa. (4) Jika penguasa-penguasa mereka melaksanakan hukum yang bukan dari Allah maka Allah akan menguasakan musuh-musuh mereka untuk memerintah dan merampas harta kekayaan mereka. (5) Jika mereka menyia-nyiakan Kitabullah dan sunah Nabi maka Allah menjadikan permusuhan di antara mereka. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
 
16. Tiada seorang berzina selagi dia mukmin, tiada seorang mencuri selagi dia mukmin, dan tiada seorang minum khamar pada saat minum dia mukmin. (Mutafaq'alaih)
 
Penjelasan:
Ketika seorang berzina, mencuri dan minum khamar maka pada saat itu dia bukan seorang mukmin.
 
17. Aku beritahukan yang terbesar dari dosa-dosa besar. (Rasulullah Saw mengulangnya hingga tiga kali). Pertama, mempersekutukan Allah. Kedua, durhaka terhadap orang tua, dan ketiga, bersaksi palsu atau berucap palsu. (Ketika itu beliau sedang berbaring kemudian duduk dan mengulangi ucapannya tiga kali, sedang kami mengharap beliau berhenti mengucapkannya). (Mutafaq'alaih)
 
18. Rasulullah Saw melaknat orang yang mengambil riba, yang menjalani riba dan kedua orang saksi mereka. Beliau bersabda: "Mereka semua sama (berdosanya)". (HR. Ahmad)
 
19. Ada empat kelompok orang yang pada pagi dan petang hari dimurkai Allah. Para sahabat lalu bertanya, "Siapakah mereka itu, ya Rasulullah?" Beliau lalu menjawab, "Laki-laki yang menyerupai perempuan, perempuan yang menyerupai laki-laki, orang yang menyetubuhi hewan, dan orang-orang yang homoseks. (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)
 
20. Tiap minuman yang memabukkan adalah haram (baik sedikit maupun banyak). (HR. Ahmad)

21. Allah menyukai keringanan-keringanan perintahNya (rukhsah) dilaksanakan sebagaimana Dia membenci dilanggarnya laranganNya. (HR. Ahmad)

22. Ada tiga jenis orang yang diharamkan Allah masuk surga, yaitu pemabuk berat, pendurhaka terhadap kedua orang tua, dan orang yang merelakan kejahatan berlaku dalam keluarganya (artinya, merelakan isteri atau anak perempuannya berbuat serong atau zina). (HR. An-Nasaa'i dan Ahmad)


Sumber: 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad) - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press

Sirah : Hijrah Nabi Muhammad Saw

Perintah Hijrah

RENCANA Quraisy akan membunuh Muhammad pada malam hari, karena dikuatirkan ia akan hijrah ke Medinah dan memperkuat diri di sana serta segala bencana yang mungkin menimpa Mekah dan menimpa perdagangan mereka dengan Syam sebagai akibatnya, beritanya sudah sampai kepada Muhammad. Memang tak ada orang yang menyangsikan, bahwa Muhammad akan menggunakan kesempatan itu untuk hijrah. Akan tetapi, karena begitu kuat ia dapat menyimpan rahasia itu, sehingga tiada seorangpun yang mengetahui, juga Abu Bakr, orang yang pernah menyiapkan dua ekor unta kendaraan tatkala ia meminta ijin kepada Nabi akan hijrah, yang lalu ditangguhkan, hanya sedikit mengetahui soalnya. Muhammad sendiri memang masih tinggal di Mekah ketika ia sudah mengetahui keadaan Quraisy itu dan ketika kaum Muslimin sudah tak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil. Dalam ia menantikan perintah Tuhan yang akan mewahyukan kepadanya supaya hijrah, ketika itulah ia pergi ke rumah Abu Bakr dan memberitahukan, bahwa Allah telah mengijinkan ia hijrah. Dimintanya Abu Bakr supaya menemaninya dalam hijrahnya itu, yang lalu diterima baik oleh Abu Bakr.

Di sinilah dimulainya kisah yang paling cemerlang dan indah yang pernah dikenal manusia dalam sejarah pengejaran yang penuh bahaya, demi kebenaran, keyakinan dan iman. Sebelum itu Abu Bakr memang sudah menyiapkan dua ekor untanya yang diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah b. Uraiqiz sampai nanti tiba waktunya diperlukan. Tatkala kedua orang itu sudah siap-siap akan meninggalkan Mekah mereka sudah yakin sekali, bahwa Quraisy pasti akan membuntuti mereka. Oleh karena itu Muhammad memutuskan akan menempuh jalan lain dari yang biasa, Juga akan berangkat bukan pada waktu yang biasa.

Ali di Tempat Tidur Nabi
Pemuda-pemuda yang sudah disiapkan Quraisy untuk membunuhnya malam itu sudah mengepung rumahnya, karena dikuatirkan ia akan lari. Pada malam akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan kepada Ali b. Abi Talib supaya memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya. Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang amanat orang yang dititipkan kepadanya. Dalam pada itu pemuda-pemuda yang sudah disiapkan Quraisy, dari sebuah celah mengintip ke tempat tidur Nabi. Mereka melihat ada sesosok tubuh di tempat tidur itu dan merekapun puas bahwa dia belum lari.

Di Gua Thaur
Tetapi, menjelang larut malam waktu itu, dengan tidak setahu mereka Muhammad sudah keluar menuju ke rumah Abu Bakr. Kedua orang itu kemudian keluar dari jendela pintu belakang, dan terus bertolak ke arah selatan menuju gua Thaur. Bahwa tujuan kedua orang itu melalui jalan sebelah kanan adalah di luar dugaan.

Tiada seorang yang mengetahui tempat persembunyian mereka dalam gua itu selain Abdullah b. Abu Bakr, dan kedua orang puterinya Aisyah dan Asma, serta pembantu mereka 'Amir b. Fuhaira. Tugas Abdullah hari-hari berada di tengah-tengah Quraisy sambil mendengar-dengarkan permufakatan mereka terhadap Muhammad, yang pada malam harinya kemudian disampaikannya kepada Nabi dan kepada ayahnya. Sedang 'Amir tugasnya menggembalakan kambing Abu Bakr' sorenya diistirahatkan, kemudian mereka memerah susu dan menyiapkan daging. Apabila Abdullah b. Abi Bakr keluar kembali dari tempat mereka, datang 'Amir mengikutinya dengan kambingnya guna menghapus jejaknya.

Kedua orang itu tinggal dalam gua selama tiga hari. Sementara itu pihak Quraisy berusaha sungguh-sungguh mencari mereka tanpa mengenal lelah. Betapa tidak. Mereka melihat bahaya sangat mengancam mereka kalau mereka tidak berhasil menyusul Muhammad dan mencegahnya berhubungan dengan pihak Yathrib. Selama kedua orang itu berada dalam gua, tiada hentinya Muhammad menyebut nama Allah. KepadaNya ia menyerahkan nasibnya itu dan memang kepadaNya pula segala persoalan akan kembali. Dalam pada itu Abu Bakr memasang telinga. Ia ingin mengetahui adakah orang-orang yang sedang mengikuti jejak mereka itu sudah berhasil juga.

Kemudian pemuda-pemuda Quraisy - yang dari setiap kelompok di ambil seorang itu - datang. Mereka membawa pedang dan tongkat sambil mundar-mandir mencari ke segenap penjuru. Tidak jauh dari gua Thaur itu mereka bertemu dengan seorang gembala, yang lalu ditanya.

"Mungkin saja mereka dalam gua itu, tapi saya tidak melihat ada orang yang menuju ke sana."

Ketika mendengar jawaban gembala itu Abu Bakr keringatan. Kuatir ia, mereka akan menyerbu ke dalam gua. Dia menahan napas tidak bergerak, dan hanya menyerahkan nasibnya kepada Tuhan. Lalu orang-orang Quraisy datang menaiki gua itu, tapi kemudian ada yang turun lagi.

"Kenapa kau tidak menjenguk ke dalam gua?" tanya kawan-kawannya.

"Ada sarang laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad lahir," jawabnya. "Saya melihat ada dua ekor burung dara hutan di lubang gua itu. Jadi saya mengetahui tak ada orang di sana."

Muhammad makin sungguh-sungguh berdoa dan Abu Bakr juga makin ketakutan. Ia merapatkan diri kepada kawannya itu dan Muhammad berbisik di telinganya:

"Jangan bersedih hati. Tuhan bersama kita."

Dalam buku-buku hadis ada juga sumber yang menyebutkan, bahwa setelah terasa oleh Abu Bakr bahwa mereka yang mencari itu sudah mendekat ia berkata dengan berbisik:

"Kalau mereka ada yang menengok ke bawah pasti akan melihat kita."

"Abu Bakr, kalau kau menduga bahwa kita hanya berdua, ketiganya adalah Tuhan," kata Muhammad.

Orang-orang Quraisy makin yakin bahwa dalam gua itu tak ada manusia tatkala dilihatnya ada cabang pohon yang terkulai di mulut gua. Tak ada jalan orang akan dapat masuk ke dalamnya tanpa menghalau dahan-dahan itu. Ketika itulah mereka lalu surut kembali. Kedua orang bersembunyi itu mendengar seruan mereka supaya kembali ke tempat semula. Kepercayaan dan iman Abu Bakr bertambah besar kepada Allah dan kepada Rasul.

"Alhamdulillah, Allahuakbar!" kata Muhammad kemudian.

Sarang laba-laba, dua ekor burung dara dan pohon. Inilah mujizat yang diceritakan oleh buku-buku sejarah hidup Nabi mengenai masalah persembunyian dalam gua Thaur itu. Dan pokok mujizatnya ialah karena segalanya itu tadinya tidak ada. Tetapi sesudah Nabi dan sahabatnya bersembunyi dalam gua, maka cepat-cepatlah laba-laba menganyam sarangnya guna menutup orang yang dalam gua itu dari penglihatan. Dua ekor burung dara datang pula lalu bertelur di jalan masuk. Sebatang pohonpun tumbuh di tempat yang tadinya belum ditumbuhi. Sehubungan dengan mujizat ini Dermenghem mengatakan:

"Tiga peristiwa itu sajalah mujizat yang diceritakan oleh sejarah Islam yang benar-benar: sarang laba-laba, hinggapnya burung dara dan tumbuhnya pohon-pohonan. Dan ketiga keajaiban ini setiap hari persamaannya selalu ada di muka bumi."

Akan tetapi mujizat begini ini tidak disebutkan dalam Sirat Ibn Hisyam ketika menyinggung cerita gua itu. Paling banyak oleh ahli sejarah ini disebutkan sebagai berikut:

"Mereka berdua menuju ke sebuah gua di Gunung Thaur sebuah gunung di bawah Mekah - lalu masuk ke dalamnya. Abu Bakr meminta anaknya Abdullah supaya mendengar-dengarkan apa yang dikatakan orang tentang mereka itu siang hari, lalu sorenya supaya kembali membawakan berita yang terjadi hari itu. Sedang 'Amir b. Fuhaira supaya menggembalakan kambingnya siang hari dan diistirahatkan kembali bila sorenya ia kembali ke dalam gua. Ketika itu, bila hari sudah sore Asma, datang membawakan makanan yang cocok buat mereka ... Rasulullah s.a.w. tinggal dalam gua selama tiga hari tiga malam. Ketika ia menghilang Quraisy menyediakan seratus ekor unta bagi barangsiapa yang dapat mengembalikannya kepada mereka. Sedang Abdullah b. Abi Bakr siangnya berada di tengah-tengah Quraisy mendengarkan permufakatan mereka dan apa yang mereka percakapkan tentang Rasulullah s.aw. dan Abu Bakr, sorenya ia kembali dan menyampaikan berita itu kepada mereka.

'Amir b. Fuhaira - pembantu Abu Bakr - waktu itu menggembalakan ternaknya di tengah-tengah para gembala Mekah, sorenya kambing Abu Bakr itu diistirahatkan, lalu mereka memerah susu dan menyiapkan daging. Kalau paginya Abdullah b. Abi Bakr bertolak dari tempat itu ke Mekah, 'Amir b. Fuhaira mengikuti jejaknya dengan membawa kambing supaya jejak itu terhapus. Sesudah berlalu tiga hari dan orangpun mulai tenang, aman mereka, orang yang disewa datang membawa unta kedua orang itu serta untanya sendiri... dan seterusnya."

Demikian Ibn Hisyam menerangkan mengenai cerita gua itu yang kami nukilkan sampai pada waktu Muhammad dan sahabatnya keluar dari sana.

Tentang pengejaran Quraisy terhadap Muhammad untuk dibunuh itu serta tentang cerita gua ini datang firman Tuhan demikian:

"Ingatlah tatkala orang-orang kafir (Quraisy) itu berkomplot membuat rencana terhadap kau, hendak menangkap kau, atau membunuh kau, atau mengusir kau. Mereka membuat rencana dan Allah membuat rencana pula. Allah adalah Perencana terbaik." (Qur'an, 8: 30)

"Kalau kamu tak dapat menolongnya, maka Allah juga Yang telah menolongnya tatkala dia diusir oleh orang-orang kafir (Quraisy). Dia salah seorang dari dua orang itu, ketika keduanya berada dalam gua. Waktu itu ia berkata kepada temannya itu: 'Jangan bersedih hati, Tuhan bersama kita!' Maka Tuhan lalu memberikan ketenangan kepadanya dan dikuatkanNya dengan pasukan yang tidak kamu lihat. Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itu juga yang rendah dan kalam Allah itulah yang tinggi. Dan Allah Maha Kuasa dan Bijaksana." (Qur'an, 9: 40)

Berangkat Ke Yathrib
Pada hari ketiga, bila mereka berdua sudah mengetahui, bahwa orang sudah tenang kembali mengenai diri mereka, orang yang disewa tadi datang membawakan unta kedua orang itu serta untanya sendiri. Juga Asma, puteri Abu Bakr datang membawakan makanan. Oleh karena ketika mereka akan berangkat tak ada sesuatu yang dapat dipakai menggantungkan makanan dan minuman pada pelana barang, Asma, merobek ikat pinggangnya lalu sebelahnya dipakai menggantungkan makanan dan yang sebelah lagi diikatkan. Karena itu ia lalu diberi nama "dhat'n-nitaqain" (yang bersabuk dua).

Mereka berangkat. Setiap orang mengendarai untanya sendiri-sendiri dengan membawa bekal makanan. Abu Bakr membawa limaribu dirham dan itu adalah seluruh hartanya yang ada. Mereka bersembunyi dalam gua itu begitu ketat. Karena mereka mengetahui pihak Quraisy sangat gigih dan hati-hati sekali membuntuti, maka dalam perjalanan ke Yathrib itu mereka mengambil jalan yang tidak biasa ditempuh orang. Abdullah b. 'Uraiqit - dari Banu Du'il - sebagai penunjuk jalan, membawa mereka hati-hati sekali ke arah selatan di bawahan Mekah, kemudian menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah. Oleh karena mereka melalui jalan yang tidak biasa ditempuh orang, di bawanya mereka ke sebelah utara di seberang pantai itu, dengan agak menjauhinya, mengambil jalan yang paling sedikit dilalui orang.

Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya sepanjang malam dan di waktu siang berada di atas kendaraan. Tidak lagi mereka pedulikan kesulitan, tidak lagi mereka mengenal lelah. Ya, kesulitan mana yang lebih mereka takuti daripada tindakan Quraisy yang akan merintangi mereka mencapai tujuan yang hendak mereka capai demi jalan Allah dan kebenaran itu! Memang, Muhammad sendiri tidak pernah mengalami kesangsian, bahwa Tuhan akan menolongnya, tetapi "jangan kamu mencampakkan diri ke dalam bencana." Allah menolong hambaNya selama hamba menolong dirinya dan menolong sesamanya. Mereka telah melangkah dengan selamat selama dalam gua.

Cerita Suraqa B. Ju'syum
Akan tetapi apa yang dilakukan Quraisy bagi barangsiapa yang dapat mengembalikan mereka berdua atau dapat menunjukkan tempat mereka, wajar sekali akan menarik hati orang yang hanya tertarik pada hasil materi meskipun akan diperoleh dengan jalan kejahatan. Apalagi jika kita ingat orang-orang Arab Quraisy itu memang sudah menganggap Muhammad musuh mereka. Dalam jiwa mereka terdapat suatu watak tipu-muslihat, bahwa membunuh orang yang tidak bersenjata dan menyerang pihak yang tak dapat mempertahankan diri, bukan suatu hal yang hina. Jadi, dua orang itu harus benar-benar waspada, harus membuka mata, memasang telinga dan penuh kesadaran selalu.

Dugaan kedua orang itu tidak meleset. Sudah ada orang yang datang kepada Quraisy membawa kabar, bahwa ia melihat serombongan kendaraan unta terdiri dari tiga orang lewat.

Mereka yakin itu adalah Muhammad dan beberapa orang sahabatnya. Waktu itu Suraqa b. Malik b. Ju'syum hadir.

"Ah, mereka itu Keluarga sianu," katanya dengan maksud mengelabui orang itu, sebab dia sendiri ingin memperoleh hadiah seratus ekor unta. Sebentar ia masih tinggal bersama orang-orang itu. Tetapi kemudian ia segera pulang ke rumahnya. Disiapkannya senjatanya dan disuruhnya orang membawakan kudanya ke tengah-tengah wadi supaya waktu ia keluar nanti tidak dilihat orang. Selanjutnya dikendarainya kudanya dan dipacunya ke arah yang disebutkan orang itu tadi.

Sementara itu Muhammad dan kedua temannya sudah mengaso di bawah naungan sebuah batu besar, sekadar beristirahat dan menghilangkan rasa lelah sambil makan-makan dan minum, dan sekadar mengembalikan tenaga dan kekuatan baru.

Matahari sudah mulai bergelincir, Muhammad dan Abu Bakr pun sudah pula mulai memikirkan akan menaiki untanya mengingat bahwa jaraknya dengan Suraqa sudah makin dekat. Dan sebelum itu kuda Suraqa sudah dua kali tersungkur karena terlampau dikerahkan. Tetapi setelah penunggang kuda itu melihat bahwa ia sudah hampir berhasil dan menyusul kedua orang itu - lalu akan membawa mereka kembali ke Mekah atau membunuh mereka bila mencoba membela diri - ia lupa kudanya yang sudah dua kali tersungkur itu, karena saat kemenangan rasanya sudah di tangan. Akan tetapi kuda itu tersungkur sekali lagi dengan keras sekali, sehingga penunggangnya terpelanting dari punggung binatang itu dan jatuh terhuyung-huyung dengan senjatanya. Lalu diramalkan oleh Suraqa bahwa itu suatu alamat buruk dan dia percaya bahwa sang dewa telah melarangnya mengejar sasarannya itu dan bahwa dia akan berada dalam bahaya besar apabila sampai keempat kalinya ia terus berusaha juga. Sampai di situ ia berhenti dan hanya memanggil-manggil:

"Saya Suraqa bin Ju'syum! Tunggulah, saya mau bicara. Demi Allah, tuan-tuan jangan menyangsikan saya. Saya tidak akan melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan-tuan."

Setelah kedua orang itu berhenti melihat kepadanya, dimintanya kepada Muhammad supaya menulis sepucuk surat kepadanya sebagai bukti bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan Nabi, Abu Bakr lalu menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu dilemparkannya kepada Suraqa.

Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu ia kembali pulang. Sekarang, bila ada orang mau mengejar Muhajir Besar itu olehnya dikaburkan, sesudah tadinya ia sendiri yang mengejarnya.

Muhammad dan kawannya itu kini berangkat lagi melalui pedalaman Tihama dalam panas terik yang dibakar oleh pasir sahara. Mereka melintasi batu-batu karang dan lembah-lembah curam. Dan sering pula mereka tidak mendapatkan sesuatu yang akan menaungi diri mereka dari letupan panas tengah hari tak ada tempat berlindung dari kekerasan alam yang ada di sekitarnya, tak ada keamanan dari apa yang mereka takuti atau dari yang akan menyerbu mereka tiba-tiba, selain dari ketabahan hati dan iman yang begitu mendalam kepada Tuhan. Keyakinan mereka besar sekali akan kebenaran yang telah diberikan Tuhan kepada RasulNya itu.

Selama tujuh hari terus-menerus mereka dalam keadaan serupa itu. Mengaso di bawah panas membara musim kemarau dan berjalan lagi sepanjang malam mengarungi lautan padang pasir. Hanya karena adanya ketenangan hati kepada Tuhan dan adanya kedip bintang-bintang yang berkilauan dalam gelap malam itu, membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman.

Bilamana kedua orang itu sudah memasuki daerah kabilah Banu Sahm dan datang pula Buraida kepala kabilah itu menyambut mereka, barulah perasaan kuatir dalam hatinya mulai hilang. Yakin sekali mereka pertolongan Tuhan itu ada.

Muslimin Medinah Menantikan Kedatangan Rasul
Jarak mereka dengan Yathrib kini sudah dekat sekali.
Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu, berita-berita tentang hijrah Nabi dan sahabatnya yang akan menyusul kawan-kawan yang lain, sudah tersiar di Yathrib. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa kedua orang ini mengalami kekerasan dari Quraisy yang terus-menerus membuntuti. Oleh karena itu semua kaum Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan Rasulullah dengan hati penuh rindu ingin melihatnya, ingin mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara mereka itu yang belum pernah melihatnya, meskipun sudah mendengar tentang keadaannya dan mengetahui pesona bahasanya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka rindu sekali ingin bertemu, ingin melihatnya. Orangpun sudah akan dapat mengira-ngirakan, betapa dalamnya hati mereka itu terangsang tatkala mengetahui, bahwa orang-orang terkemuka Yathrib yang sebelum itu belum pernah melihat Muhammad sudah menjadi pengikutnya hanya karena mendengar dari sahabat-sahabatnya saja, kaum Muslimin yang gigih melakukan dakwah Islam dan sangat mencintai Rasulullah itu.

Islam di Yathrib
Sa'id b. Zurara dan Mush'ab b. 'Umair sedang duduk-duduk dalam salah sebuah kebun Banu Zafar. Beberapa orang yang sudah menganut Islam juga berkumpul di sana. Berita ini kemudian sampai kepada Sa'd b. Mu'adh dan 'Usaid b. Hudzair, yang pada waktu itu merupakan pemimpin-pemimpin golongannya masing-masing.

"Temui dua orang itu," kata Said kepada 'Usaid, "yang datang ke daerah kita ini dengan maksud supaya orang-orang yang hina-dina di kalangan kita dapat merendahkan keluarga kita. Tegur mereka itu dan cegah. Sebenarnya Said b. Zurara itu masih sepupuku dari pihak ibu, jadi saya tidak dapat mendatanginya."

'Usaidpun pergi menegur kedua orang itu. Tapi Mush'ab menjawab:

"Maukah kau duduk dulu dan mendengarkan?" katanya. "Kalau hal ini kau setujui dapatlah kauterima, tapi kalau tidak kausukai maukah kau lepas tangan?"

"Adil kau," kata 'Usaid, seraya menancapkan tombaknya di tanah. Ia duduk dengan mereka sambil mendengarkan keterangan Mush'ab, yang ternyata sekarang ia sudah menjadi seorang Muslim. Bila ia kembali kepada Sa'd wajahnya sudah tidak lagi seperti ketika berangkat. Hal ini membuat Sa'd jadi marah. Dia sendiri lalu pergi menemui dua orang itu. Tetapi kenyataannya ia seperti temannya juga.

Karena pengaruh kejadian itu Sa'd lalu pergi menemui golongannya dan berkata kepada mereka:

"Hai Banu 'Abd'l-Asyhal. Apa yang kamu ketahui tentang diriku di tengah-tengah kamu sekalian?"
"Pemimpin kami, yang paling dekat kepada kami, dengan pandangan dan pengalaman yang terpuji," jawab mereka.

"Maka kata-katamu, baik wanita maupun pria bagiku adalah suci selama kamu beriman kepada Allah dan RasulNya."

Sejak itu seluruh suku 'Abd'l-Asyhal, pria dan wanita masuk Islam.

Tersebarnya Islam di Yathrib dan keberanian kaum Muslimin di kota itu sebelum hijrah Nabi ke tempat tersebut sama sekali di luar dugaan kaum Muslimin Mekah. Beberapa pemuda Muslimin dengan tidak ragu-ragu mempermainkan berhala-berhala kaum musyrik di sana. Seseorang yang bernama 'Amr bin'l-Jamuh mempunyai sebuah patung berhala terbuat daripada kayu yang dinamainya Manat, diletakkan di daerah lingkungannya seperti biasa dilakukan oleh kaum bangsawan. 'Amr ini adalah seorang pemimpin Banu Salima dan dari kalangan bangsawan mereka pula. Sesudah pemuda-pemuda golongannya itu masuk Islam malam-malam mereka mendatangi berhala itu lalu di bawanya dan ditangkupkan kepalanya ke dalam sebuah lubang yang oleh penduduk Yathrib biasa dipakai tempat buang air.

Bila pagi-pagi berhala itu tidak ada 'Amr mencarinya sampai diketemukan lagi, kemudian dicucinya dan dibersihkan lalu diletakkannya kembali di tempat semula, sambil ia menuduh-nuduh dan mengancam. Tetapi pemuda-pemuda itu mengulangi lagi perbuatannya mempermainkan Manat 'Amr itu, dan diapun setiap hari mencuci dan membersihkannya. Setelah ia merasa kesal karenanya, diambilnya pedangnya dan digantungkannya pada berhala itu seraya ia berkata: "Kalau kau memang berguna, bertahanlah, dan ini pedang bersama kau."

Tetapi keesokan harinya ia sudah kehilangan lagi, dan baru diketemukannya kembali dalam sebuah sumur tercampur dengan bangkai anjing. Pedangnya sudah tak ada lagi.

Sesudah kemudian ia diajak bicara oleh beberapa orang pemuka-pemuka masyarakatnya dan sesudah melihat dengan mata kepala sendiri betapa sesatnya hidup dalam syirik dan paganisma itu, yang hakekatnya akan mencampakkan jiwa manusia ke dalam jurang yang tak patut lagi bagi seorang manusia, iapun masuk Islam.

Melihat Islam yang sudah mencapai martabat begitu tinggi di Yathrib, akan mudah sekali orang menilai, betapa memuncaknya kerinduan penduduk kota itu ingin menyambut kedatangan Muhammad, setelah mereka mengetahui ia sudah hijrah dari Mekah. Setiap hari selesai sembahyang Subuh mereka pergi ke luar kota menanti-nantikan kedatangannya sampai pada waktu matahari terbenam dalam hari-hari musim panas bulan Juli.

Dalam pada itu ia sudah di Quba' - dua farsakh jauhnya dari Medinah. Empat hari ia tinggal di tempat itu, ditemani oleh Abu Bakr. Selama masa empat hari itu mesjid Quba' dibangunnya. Sementara itu datang pula Ali b. Abi-Talib ke tempat itu setelah mengembalikan barang-barang amanat - yang dititipkan kepada Muhammad - kepada pemilik-pemiliknya di Mekah. Setelah itu ia sendiri meninggalkan Mekah, menempuh perjalanannya ke Yathrib dengan berjalan kaki. Malam hari ia berjalan, siangnya bersembunyi. Perjuangan yang sangat meletihkan itu ditanggungnya selama dua minggu penuh, yaitu untuk menyusul saudara-saudaranya seagama.

Muhammad Memasuki Medinah

Sementara kaum Muslimin Yathrib pada suatu hari sedang menanti-nantikan seperti biasa tiba-tiba datang seorang Yahudi yang sudah mengetahui apa yang sedang mereka lakukan itu berteriak kepada mereka.

"Hai, Banu Qaila1 ini dia kawan kamu datang!"

Hari itu adalah hari Jum'at dan Muhammad berjum'at di Medinah. Di tempat itulah, ke dalam mesjid yang terletak di perut Wadi Ranuna itulah kaum Muslimin datang, masing-masing berusaha ingin melihat serta mendekatinya. Mereka ingin memuaskan hati terhadap orang yang selama ini belum pernah mereka lihat, hati yang sudah penuh cinta dan rangkuman iman akan risalahnya, dan yang selalu namanya disebut pada setiap kali sembahyang.

Orang-orang terkemuka di Medinah menawarkan diri supaya ia tinggal pada mereka dengan segala persediaan dan persiapan yang ada. Tetapi ia meminta maaf kepada mereka. Kembali ia ke atas unta betinanya, dipasangnya tali keluannya, lalu ia berangkat melalui jalan-jalan di Yathrib, di tengah-tengah kaum Muslimin yang ramai menyambutnya dan memberikan jalan sepanjang jalan yang diliwatinya itu. Seluruh penduduk Yathrib, baik Yahudi maupun orang-orang pagan menyaksikan adanya hidup baru yang bersemarak dalam kota mereka itu, menyaksikan kehadiran seorang pendatang baru, orang besar yang telah mempersatukan Aus dan Khazraj, yang selama itu saling bermusuhan, saling berperang. Tidak terlintas dalam pikiran mereka - pada saat ini, saat transisi sejarah yang akan menentukan tujuannya yang baru itu - akan memberikan kemegahan dan kebesaran bagi kota mereka, dan yang akan tetap hidup selama sejarah ini berkembang.

Dibiarkannya unta itu berjalan. Sesampainya ke sebuah tempat penjemuran kurma kepunyaan dua orang anak yatim dari Banu'n-Najjar, unta itu berlutut (berhenti). Ketika itulah Rasul turun dari untanya dan bertanya:

"Kepunyaan siapa tempat ini?" tanyanya.

"Kepunyaan Sahl dan Suhail b. 'Amr," jawab Ma'adh b. 'Afra'. Dia adalah wali kedua anak yatim itu. Ia akan membicarakan soal tersebut dengan kedua anak itu supaya mereka puas. Dimintanya kepada Muhammad supaya di tempat itu didirikan mesjid.

Muhammad mengabulkan permintaan tersebut dan dimintanya pula supaya di tempat itu didirikan mesjid dan tempat-tinggalnya.

Catatan kaki:
[1] Aus dan Khazraj (A).

Tuesday, October 13, 2015

Ikuti Kata Hatimu?

Salah satu nasihat yang sering diucapkan banyak orang ketika kita menghadapi masalah adalah, “follow yourheart,” ikuti kata hatimu. Banyak orang yang percaya kalau suara hati itu selalu benar, jujur, tidak pernah ngebohong. Maka selalu dengarkan kata hatimu. Tapi apa bener demikian?

Nanti dulu. Sebetulnya tidak ada satupun manusia yang bisa menentukan satu perbuatan itu benar atau salah. Seperti kalau kita ditanya; bohong itu baik atau buruk sih? Pacaran itu sehat atau nggak? Marah itu pantas atau tidak? Atau saat teman-teman kita menawarkan segelas minuman keras atau bahkan narkoba, pilihan apa yang harus kita lakukan ; mengikuti kata hati yang mengajak pada solidaritas pergaulan atau menolak dengan resiko dicap ‘anak mami’ atau ‘sok alim’. Seringkali hati kita bimbang dan kebingungan menghadapi berbagai pilihan. Tentu saja, karena hati kita bukanlah ‘wasit’ yang selalu bisa memimpin sebuah pertandingan dengan fair atau adil. Terkadang hati juga bisa terpeleset pada pilihan yang salah.
Buat kita, lazimnya orang Indonesia, membuka aurat – apalagi telanjang – di depan umum itu memalukan. Tapi sebagian orang di dunia suka bertelanjang di muka umum; di pantai, di pemandian umum bersama orang lain, atau para model yang difoto untuk sampul majalah, dsb. Bagi mereka hal seperti itu sah saja. Hati mereka tidak merasa bersalah ataupun malu karena menganggap hal itu adalah benar.
Kalau kamu suka membaca budaya berbagai bangsa di dunia kita mungkin bisa terkejut. Ada suku yang tanda ucapan salam adalah dengan saling meludah, ada juga yang terbiasa merayakan hari-hari kegembiraan mereka dengan minum minuman keras, sementara ada suku lain yang kanibal, memangsa sesama manusia. Bagi mereka, perbuatan-perbuatan itu adalah sebuah kebenaran.
Maka, seandainya kita diminta menentukan sendiri perbuatan baik dan buruk untuk diri kita, dijamin kita akan bingung sendiri. Salah-salah manusia bisa hidup seperti hewan yang hidup tanpa aturan. Akhirnya, manusia sendiri yang akan sengsara.
Itulah sebabnya agama kita, Islam, datang dengan sejumlah aturan untuk kebaikan manusia. Nggak cuma menyuruh manusia menyembah Allah, tapi juga hidup sesuai dengan aturanNya. Kenapa kita harus hidup dengan aturan Allah? Karena Allah yang menciptakan kita, pastinya Ia juga yang Mahatahu yang baik dan buruk bagi kita.
Misalnya – ini cuma permisalan --, kalau kamu sakit, pastinya kamu datang ke dokter untuk berobat dan tidak akan pergi ke bengkel las. Dan ketika dokter yang memeriksamu memberi saran untuk banyak istirahat, menghindari makan makanan tertentu dan banyak minum vitamin, kamu akan patuh. Kenapa? Karena kamu percaya dokter lebih tahu dari siapapun mengenai masalah kesehatan – apalagi dibandingkan tukang las --.
Karena Allah yang menciptakan kita, sudah pada tempatnya kita berjalan mengikuti apa yang diminta Allah. Dan nggak mungkin juga Allah meminta kita melakukan atau melarang sesuatu bila tidak ada kebaikannya buat kita. Ketika Allah meminta kita untuk menjauhi minuman keras, itu pasti ada kebaikan yang Allah inginkan buat kita. Bisa kita buktikan sekarang betapa miras itu merusak kesehatan dan juga menyebabkan orang berbuat kejahatan. Atau drugs itu selain merusak badan, juga mendorong orang berbuat kriminal dan menghancurkan masa depan seseorang.
Percaya saja, kalau kita coba-coba melanggar aturan Allah maka manusia sendiri yang bakal sengsara. FirmanNya:


“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”(Ar Rum [30]:41).    

            Sekarang orang panik dengan penyebaran penyakit AIDS. Ini penyakit yang serius, yang tiap tiga menit satu orang terinfeksi. Sepertiga dari pengidap virus HIV di dunia ini adalah remaja. Sebabnya adalah merebaknya gaya hidup bebas. Banyak di antara mereka ketika melakukan perbuatan tercela itu berprinsip ‘ikuti kata hatimu’. Tawuran di kalangan remaja juga tidak kunjung menurun, sebabnya mereka berbuat tanpa berpikir masak-masak, mereka hanya mengikuti ‘apa kata hati’.
            ‘Apa kata hati’ tidak menjamin kebenaran. Satu-satunya yang benar adalah apa yang ditentukan oleh Allah. Walaupun hati kita tidak suka, misalkan shalat yang terkadang kita malas mengerjakannya, belum mau berjilbab karena mungkin malu dan belum pede, masih sulit meninggalkan pacaran, tetap saja itu semua adalah kebenaran. Hati kitalah yang masih dikuasai oleh hawa nafsu, belum mau menerima kebenaran yang hakiki.
Pilihan yang benar itu tidak selalu pilihan yang mungkin menyenangkan kita. Mungkin harus kita hadapi dengan berbagai macam kesukaran. Dijauhi teman gara-gara menolak ajakan mereka ‘minum-minum’, disuruh shalat atau diminta belajar serius oleh orang tua, mengerjakan PR padahal teman-teman kita sedang jalan-jalan di mall, tidak berpacaran karena dilarang oleh orang tua, adalah sebagian kebaikan yang mungkin suka kita tempatkan sebagai ‘musuh’.
Lalu apa yang harus kita kerjakan ketika menghadapi masalah? Jangan tergesa-gesa mengambil keputusan, ambil waktu untuk berpikir dengan sehat; pikirkan perbuatan mana yang tidak membuat kita menjadi berdosa. Tundukkan hati kita pada yang pilihan yang Allah mau. Dengan mengikuti apa yang Allah ridloi pilihan kita pasti benar, di dunia juga di akhirat. Kata Rasulullah saw.


“Belum sempurna iman seseorang sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa,” (hadits hasan shahih tercantum dalam Kitab Hadits Arba'in An Nawawi).š

Sumber : Buku motivasi

HAD LIWATH (HOMOSEX)

Sanksi liwath berbeda dengan sanksi zina, sebab zina berbeda dengan liwath.  Fakta liwath berbeda dengan fakta zina.  Masing-masing keduanya berbeda. Liwath bukanlah termasuk salah satu jenis dari perzinaan, sehingga dikatakan bahwa liwath masuk ke dalam keumuman dalil-dalil syara’ yang menyebut tentang perzinaan.   Sebab, zina adalah masuknya kelamin laki-laki ke dalam farjinya perempuan, sedangkan liwath adalah masuknya kelamin laki-laki ke dalam duburnya laki-laki.  Masuknya kelamin ke farji berbeda dengan masuknya kelamin ke dubur.  Oleh karena itu liwath berbeda dengan zina.  Liwath juga tidak bisa diqiyaskan dengan zina, sebab nash yang menerangkan tentang perzinaan tidak mengandung ‘illat sehingga qiyas dengan seluruh jenis ‘illat menjadi sah.    Selain itu mendatangi wanita pada duburnya tidak disebut dengan liwath dan tidak pula dinamakan dengan liwath, sebab liwath bukan hanya memasukkah kelamin ke dubur akan tetapi liwath adalah hubungan kelamin laki-laki dengan laki-laki, yakni masuknya kelamin laki-laki ke dubur laki-laki.   Dengan demikian zina berbeda dengan liwath, dan tidak bisa diqiyaskan dengan zina.  Adapun hadits,”Jika seorang laki-laki mendatangi laki-laki yang lain keduanya adalah pezina, jika seorang perempuan mendatangi perempuan lainnya keduanya adalah pezina.”  Di dalam isnad hadits ini ada Mohammad bin ‘Abd al-Rahman.  Abu Hatim mendustakannya.  Baihaqi berkomentar, “Saya tidak mengetahuinya dan haditsnya mungkar.  Seandainya keshahihannya diakui maka maksud dari hadits tersebut adalah tasybih (penyerupaan), yakni seperti orang-orang zina.  Dengan bukti, tidak ada ketetapan dari Rasulullah saw bahwa beliau merajam pada kasus liwath dan menghukumi liwath (seperti hukum zina).   Adapun ketetapan Rasulullah saw menyebutkan,”Bunuhlah kedua pelakunya.” Bila perkataan beliau[1]  ini bermakna hakiki, tentunya had liwath akan sama dengan had zina.  Demikian pula bahwa hadits yang meriwayatkan tentang sanksi rajam bagi pelaku liwath telah menetapkan sanksi rajam bagi jejaka atau perawan (al-bikr), yakni merajam pelaku liwath baik muhshon maupun ghairu muhshon.[2]  Ini berarti bahwa hukum liwath berbeda dengan hukum zina.  Semua ini menunjukkan bahwa sanksi liwath berbeda dengan sanksi zina. 
            Adapun hukum syara’ dalam sanksi liwath adalah bunuh; baik muhshon maupun ghairu muhshon.  Setiap orang yang terbukti telah melakukan liwath, keduanya dibunuh sebagai had baginya.  Dalil yang demikian itu adalah sunnah dan ijma’ shahabat.  Adapun sunnah, dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas ra berkata, “Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang kalian dapati sedangkan melakukan perbuatannya kaum Luth, maka bunuhlah keduanya.”   Diriwayatkan oleh Imam Lima kecuali Nasa’iy.   Al-Hafidz berkomentar, “Rijalnya tsiqat akan tetapi hadits ini masih diperselisihkan.”  Ibnu Thala’ di dalam Ahkam mengatakan, “Tidak ada ketetapan dari Rasulullah saw bahwa beliau saw merajam kasus liwath, beliau juga tidak menjatuhkan hukuman pada kasus liwath, namun liwath ditetapkan berdasarkan kenyataan bahwa beliau saw bersabda, “Bunuhlah kedua pelakunya.” Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas dari Abu Hurairah. Selesai.   Ini adalah dalil dari sunnah bahwa hukum liwath adalah bunuh. Adapun apa diriwayatkan dari Sa’id bin Jabi dan Mujahid dari Ibnu ‘Abbas,”Jejaka yang didapatkan sedangkan melakukan liwath maka rajamlah.”  Maksud dari hadits di atas adalah bunuhlah dengan rajam, bukan bermakna bahwa had liwath adalah rajam.  Dan yang menunjukkan pengertian ini adalah, bahwa dalil yang menyebutkan hukum bunuh bagi kedua pelakunya bersifat mutlak tidak membedakan antara jejaka dengan duda, sedangkan rajam adalah had bagi janda atau duda saja.  Padahal hadits tersebut telah menyebutkan bahwa yang melakukan perbuatan (liwath)  itu adalah jejaka.   Ini menunjukkan bahwa had liwath berbeda dengan had rajam.  Oleh karena itu hadits Ibnu ‘Abbas dari jalan Sa’id Ibnu Jarir dan Mujahid tidak bertentangan dengan hadits Ibnu ‘Abbas dari jalan Ikrimah.  Kedua hadits tersebut menunjukkan hukum bunuh, sedangkan hadits rajam menunjukkan hukum bunuh [bagi liwath] dengan uslub tertentu.[3]  Sedangkan hadits bunuh [bagi liwath] menunjukkan pembunuhan secara mutlak.  Dengan demikian hukum liwath adalah bunuh dan boleh membunuh dengan cara rajam, gantung, ditembak dengan senapan, atau dengan wasilah yang lain.   Hukum liwath adalah bunuh, bunuh berbeda dengan uslub atau wasilah yang digunakan untuk membunuh. 
            Adapun ijma’ shahabat, sesungguhnya para shahabat berbeda pendapat dalam menetapkan uslub untuk membunuh pelaku liwath, akan tetapi mereka sepakat untuk membunuhnya.  Baihaqiy mengeluarkan hadits dari ‘Ali ra bahwa beliau ra merajam pelaku liwath.  Baihaqiy juga mengeluarkan dari Abu Bakar ra bahwa beliau mengumpulkan para shahabat untuk membahas kasus homosex.  Diantara para shahabat Rasul itu yang paling keras pendapatnya adalah ‘Ali bin Abi Thalib ra.  Ia mengatakan,”Liwath adalah perbuatan dosa yang belum pernah dilakukan oleh umat manusia, kecuali satu umat (umat Luth) sebagaimana yang telah kalian ketahui.  Dengan demikian kami punya pendapat bahwa pelaku liwath harus dibakar dengan api.  Diriwayatkan dari Ja’far bin Mohammad dari bapaknya dari ‘Ali bin Abi Thalib selain dari kisah ini berkata,”Rajam dan bakarlah dengan api.”  Baihaqiy mengeluarkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa beliau ditanya tentang had pelaku liwath, beliau ra berkata,”Jatuhkanlah dari atas bangunan yang paling tinggi di suatu daerah, kemudian susullah dengan lemparan batu.”   Diriwayatkan dari ‘Ali ra,”Bahwa beliau membunuh [pelaku liwath] dengan pedang, kemudian membakarnya, karena demikian besar dosanya.”  ‘Umar dan ‘Utsman berpendapat,”Pelaku ditimpuk dengan benda-benda keras [sampai mati].”   Semua ini adalah pendapat yang menunjukkan bahwa had liwath adalah bunuh, walau uslub pembunuhannya berbeda-beda.   Selain itu telah dikisahkan oleh shahib al-syifaa’ (ijma’ shahabat untuk menjatuhkan had bunuh bagi pelaku liwath). Hal ini telah menjadi ijma’, yakni ijma’ shahabat telah menetapkan bahwa pelaku liwath hukumnya adalah bunuh, baik pelaku maupun partnernya, muhshon maupun ghairu muhshon.  Ijma’ shahabat sendiri adalah dalil syara’ sebagaimana sunnah.
            Pembuktian liwath berbeda dengan pembuktian zina, akan tetapi pembuktian liwath seperti halnya pembuktian salah satu had dari hudud yang ada kecuali zina.    Sebab, selama tidak dibenarkan menyamakan liwath dengan zina, maka liwath tidak boleh ditetapkan berdasar bayyinah zina.   Oleh karena itu, pembuktian liwath dikategorikan ke dalam dalil hudud yang lain.   Dengan demikian, liwath terbukti dengan adanya pengakuan, kesaksian dua orang saksi, atau seorang laki-laki dan dua orang perempuah, sebagaimana bayyinah pencurian, serta bayyinah pada hudud yang lain.  Had liwath dapat dijatuhkan dengan syarat, pelaku liwath baik pelaku maupun partnernya, baligh, berakal, karena inisiatif sendiri, dan ia terbukti telah melakukan liwath dengan bukti syar’iyyah, yaitu, kesaksian dua orang laki-laki, atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan.  Seandainya pelaku liwath adalah anak kecil, gila, atau dipaksa dengan pemaksaan yang sangat, maka ia tidak dijatuhi had liwath. 




[1] Yakni perkataan Rasulullah saw ,” Jika seorang laki-laki mendatangi laki-laki yang lain keduanya adalah pezina, jika seorang perempuan mendatangi perempuan lainnya keduanya adalah pezina.”
[2] Sanksi rajam pada kasus perzinaan khusus hanya untuk pezina muhshon,  sedangkan pezina ghairu muhshon dijatuhi sanksi jilid.  Ini berbeda dengan kasus liwath.   Pelaku liwath baik ghairu muhshon maupun muhshon dikenai hukum bunuh, yang salah satu wasilah membunuhnya adalah dengan cara dirajam.  Ini menunjukkan bahwa had zina berbeda dengan had liwath (homosex).
[3] Had liwath adalah bunuh.  Sedangkan uslub untuk melakukan pembunuhan bermacam-macam, bisa dengan rajam, gantung, tembak, dll.  Sedangkan hadits,”Jejaka yang didapatkan sedangkan melakukan liwath maka rajamlah,” tidak menunjukkan bahwa had liwath adalah rajam, akan tetapi hadits ini sekedar menunjukkan uslub untuk menjatuhkan hukum bunuh bagi pelaku liwath, yakni dengan rajam.

copy paste dari  Buku Sistem Sanksi dalam Islam