Tuesday, December 27, 2016

Farmakoterapi Infeksi Cytomegalovirus (CMV)

Cytomegalovirus (CMV) merupakan anggota “keluarga” virus herpes yang biasa disebut herpesviridae. CMV sering disebut sebagai “virus paradoks” karena bila menginfeksi seseorang dapat berakibat fatal, atau dapat juga hanya diam di dalam tubuh penderita seumur hidupnya. Pada awal infeksi, CMV aktif menggandakan diri. Sebagai respon, system kekebalan tubuh akan berusaha mengatasi kondisi tersebut, sehingga setelah beberapa waktu virus akan menetap dalam cairan tubuh penderita seperti darah, air liur, urin, sperma, lendir vagina, ASI, dan sebagainya. Penularan CMV dapat terjadi karena kontak langsung dengan sumber infeksi tersebut, dan bukan melalui makanan, minuman atau dengan perantaraan binatang. Cytomegalovirus juga jarang ditemukan pada trasfusi darah.
Klasifikasi Virus
Group : Group I (dsDNA)
Family : Herpesviridae
Genus : Cytomegalovirus (HHV5)
A.      Epidemiologi
Infeksi CMV tersebar luas di seluruh dunia, dan terjadi endemik tanpa tergantung musim. Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada populasi dengan keadaan sosial ekonomi yang baik,urang lebih 60 -70% orang dewasa, menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap infeksi CMV. Keadaan ini meningkat kurang lebih 1% setiap tahun. Pada keadaan sosial ekonomi yang jelek, atau di negara berkembang, lebih dari atau sama dengan 80 - 90% masyarakat terinfeksi oleh CMV. Lisyani dalam observasi selama setahun di tahun 2004, mendapatkan dari 395 penderita tanpa keluhan yang memeriksakan diri untuk antibodi anti-CMV, 344 menunjukkan hasil pemeriksaan IgG (imunoglobulin G) seropositif, 7 dari 344 penderita tersebut juga disertai IgM positif, dan 3 penderita hanya menunjukkan hasil IgM positif. Total seluruhnya 347 orang atau 87,8 % menunjukkan seropositif. Hasil observasi ini menyokong pendapat bahwa sangat banyak masyarakat kita yang terinfeksi oleh CMV, dan sebagian besar sudah berjalan kronik dengan hanya IgG seropositif, tanpa menyadari bahwa hal tersebut telah terjadi. CMV merupakan penyebab infeksi kongenital dan perinatal yang paling umum di seluruh dunia. Prevalensi infeksi CMV kongenital bervariasi luas di sebesar 0,2 –3% , ada pula sebesar 0,7 sampai 4,1%. Peneliti lain mendapatkan angka infeksi 1%-2% dari seluruh kehamilan. Ogilvie melaporkan bahwa penularan seperti ini terjadi kira-kira pada 1 dari 3 kasus wanita hamil. Infeksi fetus in utero yang terjadi ketika ibu mengalami reaktivasi, reinfeksi, biasanya bersifat asimtomatik saat lahir dan kurang menimbulkan sequelae (gejala sisa) dibandingkan dengan infeksi primer. Hal ini disebabkan karena antibodi IgG anti-CMV maternal dapat melewati plasenta dan bersifat protektif. Keadaan asimtomatik saat lahir dijumpai pada 5 –17%, ada pula yang melaporkan 90% dari infeksi CMV kongenital. Infeksi kongenital simtomatik dapat terjadi bila ibu terinfeksi dengan strain CMV lain. Numazaki melaporkan sekitar 7% kasus dengan gejala cytomegalic inclusion disease (CID) dijumpai pada saat lahir, sedangkan Lipitz melaporkan sebesar 10 – 15%, dan dapat menimbulkan risiko kehilangan pendengaran sensorineural yang progresif (progressive sensorineural hearing loss atau SNHL), atau lain-lain defek perkembangan neurologik (retardasi mental) di kemudian hari. Progresivitas komplikasi neurologik ini berhubungan dengan infeksi CMV yang persisten, replikasi virus atau respons tubuh anak.

C. Etiologi
Infeksi bawaan cytomegalovirus dapat terjadi karena infeksi primer atau reaktivasi dari ibu. Namun, penyakit yang diderita janin atau bayi yang baru lahir dikaitkan dengan infeksi primer ibu. Infeksi primer pada usia anak atau dewasa lebih sering dikaitkan dengan respon limfosit T yang hebat. Respon limfosit T dapat mengakibatkan timbulnya simdroma mononukleosis yang serupa seperti dialami setelah infeksi virus Epstein-Barr. Tanda khas infeksi ini adalah adanya limfosit atipik pada darah tepi.
Sekali terkena, selama masa simtomatis infeksi primer, cytomegalovirus menetap pada jaringan induk semangnya. Tempat infeksi yang menetap dan laten melibatkan bermacam sel dan organ tubuh. Penularan transfusi darah atau transplantasi organ berkaitan dengan infeksi terselubung dalam jaringan ini. Penelitian bedah mayat menunjukan kelenjar liur dan usus merupakan tempat terdapat infeksi yang laten. Stimulasi antigen kronis (seperti yang timbul setelah transplantasi organ) disertai melemahnya sistem imun merupakan keadaan yang paling sesuai untuk pengaktifan cytomegalovirus dan penyakit yang disebabkan oleh cytomegalovirus. Cytomegalovirus dapat menyebabkan respons limfosit T yang lemah, yang sering kali mengakibatkan superinfeksi oleh kuman oportunistik. Cytomegalovirus juga dapat mejadi faktor pembantu dalam mengaktifkan infeksi laten HIV.

D. Patofisiologi
CMV merupakan virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in vivo dan in vitro.tanda patologi dari infeksi CMV adalah sebuah pembesaran sel dengan tubuh yang terinfeksi virus.sel yang menunjukan cytomegaly biasanya terlihat pada infeksi yang disebabkan oleh betaherpesvirinae lain.meskipun berdasarkan pertimbangan diagnosa,penemuan histological tersebut kemungkinannya minimal atau tidak ada pada organ yang trinfeksi. Ketika inang telah terinfeksi,DNA CMV dapat di deteksi oleh polymerase chain reaction (PCR) di dalam semua keturunan sel atau dan sistem organ didalam sistem tubuh.pada permulaannya,CMV menginfeksi sel epitel dari kelenjar saliva,menghasilkan infeksi yang terus menerus dan pertahanan virus.infeksi dari sistem genitif memberi kepastian klinik yang tidak konsekuen.meskipun replikasi virus pada ginjal berlangsung terus-menerus,disfungsi ginjal jarang terjadi pada penerima transplantasi ginjal.

E. Manifestasi Klinik
Infeksi sitomegalovirus sebelum lahir, bisa menyebabkan keguguran, lahir mati atau kematian pada bayi baru lahir.  Kematian disebabkan oleh perdarahan, anemia maupun kerusakan hati atau otak yang berat.  Kebanyakan orang yang mendapatkan infeksi setelah lahir dan menyimpan virus dalam tubuhnya, tidak menunjukkan gejala. Tetapi orang sehat yang terinfeksi bisa merasa sangat sakit dan mengalami demam.
Jika seseorang menerima darah yang terinfeksi sitomegalovirus, gejala-gejalanya bisa dimulai dalam waktu 2-4 minggu kemudian.  Gejalanya berupa demam selama 2-3 minggu dan kadang-kadang peradangan hati (hepatitis), mungkin disertai sakit kuning. Jumlah limfosit bisa meningkat. Kadang-kadang timbul ruam-ruam.
Penderita gangguan sistem kekebalan yang terinfeksi virus ini, sering mengalami infeksi yang berat, bahkan beberapa diantaranya menjadi sangat sakit dan meninggal.
Pada penderita AIDS, sitomegalovirus sering mengenai retina mata dan menyebabkan kebutaan. Infeksi pada otak (ensefalitis) atau borok pada usus atau kerongkongan juga bisa terjadi.  
Infeksi sitomegalovirus
F.  Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya gejala-gejala pada penderita gangguan sistem kekebalan.  Dilakukan pemeriksaan terhadap air kemih dan cairan tubuh atau jaringan tubuh lainnya, untuk menemukan virus ini.
Karena virus bisa tetap berada dalam cairan tubuh selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah infeksi teratasi, ditemukannya virus tidak menunjukkan suatu infeksi yang aktif.
Adanya kadar antibodi terhadap virus yang meningkat, merupakan bukti kuat bahwa virus inilah penyebab infeksinya. Bila infeksi mengenai mata (retinitis), dokter akan dapat menemukan kelainan pada pemeriksaan dengan oftalmoskop. Pada bayi baru lahir, diagnosis ditegakkan melalui pembiakan air kemih yang dikumpulkan dalam 3 minggu pertama kehidupannya.
G. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk menunjang diagnosis infeksi CMV. Bahan pemeriksaan atau spesimen yang dipakai ialah serum darah, urin, cairan tubuh lain. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain ialah isolasi virus dari cairan tubuh (saliva, urin, cairan tubuh lain), kadar antibodi, peningkatan enzim hepar dan petanda laboratorik lain dari organ yang terinfeksi. Interpretasi terhadap hasil pemeriksaan tersebut diperlukan agar dengan tepat dapat diterapkan sesuai dugaan klinik. Hasil pemeriksaan CMV positif menunjukkan adanya infeksi, bukan penyakit.

H. Pengobatan dan pencegahan
Obat-obat infeksi virus yaitu acyclovir, gancyclovir, dapat diberikan untuk infeksi CMV. Pemberian imunisasi dengan plasma hiperimun dan globulin dikemukakan telah memberi beberapa keberhasilan untuk mencegah infeksi primer dan dapat diberikan kepada penderita yang akan menjalani cangkok organ. Namun demikian, program imunisasi terhadap infeksi CMV, belum lazim dijalankan di negeri kita. Pada pemberian transfusi darah, resipien dengan CMV negatif idealnya harus mendapat darah dari donor dengan CMV negatif pula. Deteksi laboratorik untuk infeksi CMV, idealnya dilakukan pada setiap donor maupun resipien yang akan mendapat transfusi darah atau cangkok organ. Apabila terdapat peningkatan kadar IgG anti- CMV pada pemeriksaan serial yang dilakukan 2x dengan selang waktu 2-3 minggu, maka darah donor seharusnya tidak diberikan kepada resipien mengingat dalam kondisi tersebut infeksi atau reinfeksi masih berlangsung. Seorang calon ibu, hendaknya menunda untuk hamil apabila secara laboratorik dinyatakan terinfeksi CMV primer akut. Bayi baru lahir dari ibu yang menderita infeksi CMV, perlu dideteksi IgM anti-CMV untuk mengetahui infeksi kongenital. Higiene dan sanitasi lingkungan perlu diperhatikan untuk mencegah penularan atau penyebaran. Infeksi CMV tidak menimbulkan keluhan apabila individu berada dalam kondisi kompetensi imun yang baik, oleh karena itu pola hidup sehat dengan makan minum yang sehat dan bergizi, sangat diperlukan agar sistem imun dapat bekerja dengan baik untuk meniadakan atau membasmi CMV. Istirahat yang cukup juga sangat diperlukan, karena istirahat termasuk ”pengobatan terbaik” untuk infeksi virus pada umumnya.
Obat-obat spesifik yang memberikan harapan untuk terapi pada penyakit CMV adalah:
1. Ganciclovir (D H P G – dihydroxy – 2 propoxy methyl – guarine)
Dosis intravena: 5 - 7,5 mg per kg berat badan
Dosis oral untuk dewasa: 3 x 1 gr atau 6 x 500 mg
Aktivitas anti virus dari ganciclovir adalah dengan menghambat sintesa DNA
2. Foscarnet (Fosfonoformate)
Dosis intravena: 60 – 90 mg/kg BB/hari
3. Imunoglobulin yang mengandung titer antibodi anti CMV yang tinggi
4.Valaciclovir dapat dipertimbangkan sebagai terapi profilaksi untuk penyakit akibat infeksi CMV pada individu dengan imunokompromais.

Vaksin cytomegalovirus hidup telah dikembangkan melalui pasase yang diperluas dalam sel manusia dan telah mengalami beberapa percobaan klinik pendahuluan. Berbeda dengan infeksi alamiah, penyebaran virus maupun reaktivasi infeksi laten telah dapat dideteksi dengan virus vaksin. Namun, penggunakan vaksin hidup cytomegalovirus masih terus diperdebatkan karena keamanannya. Pendekatan lain terhadap imunisasi (tidak menggunakan virus hidup) melibatkan penggunakan polipeptida cytomegalovirus yang dimurnikan untuk menginduksi antibodi neutralisasi.
PUSTAKA

Anonim, 2007, cytomegalovirus,http://www.emedicine.com/MED/topic504.htm, diakses tanggal 25 April 2011
Juanda, 2006, TORCH(Toxo,Rubella,CMV,dan Herpes)Akibat dan Solusinya,45-47, PT.Wangsa Jatra Lestari, Solo
Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance, L.L. 2010. Drug Information Handbook. 18th Edition. New York : Lexi-comp.
Pramudianto, A. (Ed.), Evaria. 2010. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta : CMP Medika.

Sumber : kenang-kenangan laporan PKPA 

No comments:

Post a Comment