Cytomegalovirus
(CMV) merupakan anggota “keluarga” virus herpes yang biasa disebut
herpesviridae. CMV sering disebut sebagai “virus paradoks” karena bila
menginfeksi seseorang dapat berakibat fatal, atau dapat juga hanya diam di
dalam tubuh penderita seumur hidupnya. Pada awal infeksi, CMV aktif
menggandakan diri. Sebagai respon, system kekebalan tubuh akan berusaha
mengatasi kondisi tersebut, sehingga setelah beberapa waktu virus akan menetap
dalam cairan tubuh penderita seperti darah, air liur, urin, sperma, lendir
vagina, ASI, dan sebagainya. Penularan CMV dapat terjadi karena kontak langsung
dengan sumber infeksi tersebut, dan bukan melalui makanan, minuman atau dengan
perantaraan binatang. Cytomegalovirus juga jarang ditemukan pada trasfusi darah.
Klasifikasi Virus
Group : Group I
(dsDNA)
Family :
Herpesviridae
Genus :
Cytomegalovirus (HHV5)
A.
Epidemiologi
Infeksi
CMV tersebar luas di seluruh dunia, dan terjadi endemik tanpa tergantung musim.
Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada populasi dengan keadaan sosial ekonomi
yang baik,urang lebih 60 -70% orang dewasa, menunjukkan hasil pemeriksaan
laboratorium positif terhadap infeksi CMV. Keadaan ini meningkat kurang lebih
1% setiap tahun. Pada keadaan sosial ekonomi yang jelek, atau di negara
berkembang, lebih dari atau sama dengan 80 - 90% masyarakat terinfeksi oleh
CMV. Lisyani dalam observasi selama setahun di tahun 2004, mendapatkan dari 395
penderita tanpa keluhan yang memeriksakan diri untuk antibodi anti-CMV, 344
menunjukkan hasil pemeriksaan IgG (imunoglobulin G) seropositif, 7 dari 344
penderita tersebut juga disertai IgM positif, dan 3 penderita hanya menunjukkan
hasil IgM positif. Total seluruhnya 347 orang atau 87,8 % menunjukkan
seropositif. Hasil observasi ini menyokong pendapat bahwa sangat banyak
masyarakat kita yang terinfeksi oleh CMV, dan sebagian besar sudah berjalan
kronik dengan hanya IgG seropositif, tanpa menyadari bahwa hal tersebut telah
terjadi. CMV merupakan penyebab infeksi kongenital dan perinatal yang paling
umum di seluruh dunia. Prevalensi infeksi CMV kongenital bervariasi luas di
sebesar 0,2 –3% , ada pula sebesar 0,7 sampai 4,1%. Peneliti lain mendapatkan
angka infeksi 1%-2% dari seluruh kehamilan. Ogilvie melaporkan bahwa penularan
seperti ini terjadi kira-kira pada 1 dari 3 kasus wanita hamil. Infeksi fetus in
utero yang terjadi ketika ibu mengalami reaktivasi, reinfeksi, biasanya
bersifat asimtomatik saat lahir dan kurang menimbulkan sequelae (gejala
sisa) dibandingkan dengan infeksi primer. Hal ini disebabkan karena antibodi
IgG anti-CMV maternal dapat melewati plasenta dan bersifat protektif. Keadaan
asimtomatik saat lahir dijumpai pada 5 –17%, ada pula yang melaporkan 90% dari
infeksi CMV kongenital. Infeksi kongenital simtomatik dapat terjadi bila ibu
terinfeksi dengan strain CMV lain. Numazaki melaporkan sekitar 7% kasus
dengan gejala cytomegalic inclusion disease (CID) dijumpai pada saat
lahir, sedangkan Lipitz melaporkan sebesar 10 – 15%, dan dapat menimbulkan
risiko kehilangan pendengaran sensorineural yang progresif (progressive
sensorineural hearing loss atau SNHL), atau lain-lain defek perkembangan
neurologik (retardasi mental) di kemudian hari. Progresivitas komplikasi
neurologik ini berhubungan dengan infeksi CMV yang persisten, replikasi virus
atau respons tubuh anak.
C.
Etiologi
Infeksi bawaan cytomegalovirus
dapat terjadi karena infeksi primer atau reaktivasi dari ibu. Namun,
penyakit yang diderita janin atau bayi yang baru lahir dikaitkan dengan infeksi
primer ibu. Infeksi primer pada usia anak atau dewasa lebih sering dikaitkan
dengan respon limfosit T yang hebat. Respon limfosit T dapat mengakibatkan
timbulnya simdroma mononukleosis yang serupa seperti dialami setelah infeksi
virus Epstein-Barr. Tanda khas infeksi ini adalah adanya limfosit atipik pada
darah tepi.
Sekali terkena, selama masa simtomatis infeksi primer,
cytomegalovirus menetap pada
jaringan induk semangnya. Tempat infeksi yang menetap dan laten melibatkan bermacam
sel dan organ tubuh. Penularan transfusi darah atau transplantasi organ berkaitan
dengan infeksi terselubung dalam jaringan ini. Penelitian bedah mayat menunjukan
kelenjar liur dan usus merupakan tempat terdapat infeksi yang laten. Stimulasi
antigen kronis (seperti yang timbul setelah transplantasi organ) disertai melemahnya
sistem imun merupakan keadaan yang paling sesuai untuk pengaktifan cytomegalovirus dan penyakit yang
disebabkan oleh cytomegalovirus.
Cytomegalovirus dapat
menyebabkan respons limfosit T yang lemah, yang sering kali mengakibatkan superinfeksi
oleh kuman oportunistik. Cytomegalovirus
juga dapat mejadi faktor pembantu dalam mengaktifkan infeksi laten HIV.
D.
Patofisiologi
CMV
merupakan virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in vivo dan in
vitro.tanda patologi dari infeksi CMV adalah sebuah pembesaran sel dengan tubuh
yang terinfeksi virus.sel yang menunjukan cytomegaly biasanya terlihat pada
infeksi yang disebabkan oleh betaherpesvirinae lain.meskipun berdasarkan
pertimbangan diagnosa,penemuan histological tersebut kemungkinannya minimal
atau tidak ada pada organ yang trinfeksi. Ketika inang telah terinfeksi,DNA CMV
dapat di deteksi oleh polymerase chain reaction (PCR) di dalam semua keturunan
sel atau dan sistem organ didalam sistem tubuh.pada permulaannya,CMV
menginfeksi sel epitel dari kelenjar saliva,menghasilkan infeksi yang terus
menerus dan pertahanan virus.infeksi dari sistem genitif memberi kepastian
klinik yang tidak konsekuen.meskipun replikasi virus pada ginjal berlangsung
terus-menerus,disfungsi ginjal jarang terjadi pada penerima transplantasi
ginjal.
E.
Manifestasi Klinik
Infeksi
sitomegalovirus sebelum lahir, bisa menyebabkan keguguran, lahir mati atau kematian
pada bayi baru lahir. Kematian
disebabkan oleh perdarahan, anemia maupun kerusakan hati atau otak yang
berat. Kebanyakan orang yang mendapatkan
infeksi setelah lahir dan menyimpan virus dalam tubuhnya, tidak menunjukkan
gejala. Tetapi orang sehat yang terinfeksi bisa merasa sangat sakit dan
mengalami demam.
Jika
seseorang menerima darah yang terinfeksi sitomegalovirus, gejala-gejalanya bisa
dimulai dalam waktu 2-4 minggu kemudian.
Gejalanya berupa demam selama 2-3 minggu dan kadang-kadang peradangan
hati (hepatitis), mungkin disertai sakit kuning. Jumlah limfosit bisa
meningkat. Kadang-kadang timbul ruam-ruam.
Penderita
gangguan sistem kekebalan yang terinfeksi virus ini, sering mengalami infeksi
yang berat, bahkan beberapa diantaranya menjadi sangat sakit dan meninggal.
Pada
penderita AIDS, sitomegalovirus sering mengenai retina mata dan
menyebabkan kebutaan. Infeksi pada otak (ensefalitis) atau borok pada
usus atau kerongkongan juga bisa terjadi.
F.
Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya gejala-gejala pada penderita gangguan sistem
kekebalan. Dilakukan pemeriksaan
terhadap air kemih dan cairan tubuh atau jaringan tubuh lainnya, untuk
menemukan virus ini.
Karena virus bisa tetap berada dalam cairan tubuh selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah infeksi teratasi, ditemukannya virus tidak menunjukkan suatu infeksi yang aktif.
Karena virus bisa tetap berada dalam cairan tubuh selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah infeksi teratasi, ditemukannya virus tidak menunjukkan suatu infeksi yang aktif.
Adanya
kadar antibodi terhadap virus yang meningkat, merupakan bukti kuat bahwa
virus inilah penyebab infeksinya. Bila infeksi mengenai mata (retinitis),
dokter akan dapat menemukan kelainan pada pemeriksaan dengan oftalmoskop.
Pada bayi baru lahir, diagnosis ditegakkan melalui pembiakan air kemih yang
dikumpulkan dalam 3 minggu pertama kehidupannya.
G.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium diperlukan untuk menunjang diagnosis infeksi CMV. Bahan
pemeriksaan atau spesimen yang dipakai ialah serum darah, urin, cairan tubuh
lain. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain ialah isolasi
virus dari cairan tubuh (saliva, urin, cairan tubuh lain), kadar antibodi,
peningkatan enzim hepar dan petanda laboratorik lain dari organ yang
terinfeksi. Interpretasi terhadap hasil pemeriksaan tersebut diperlukan agar
dengan tepat dapat diterapkan sesuai dugaan klinik. Hasil pemeriksaan CMV
positif menunjukkan adanya infeksi, bukan penyakit.
H.
Pengobatan dan pencegahan
Obat-obat
infeksi virus yaitu acyclovir, gancyclovir, dapat diberikan untuk
infeksi CMV. Pemberian imunisasi dengan plasma hiperimun dan globulin
dikemukakan telah memberi beberapa keberhasilan untuk mencegah infeksi primer
dan dapat diberikan kepada penderita yang akan menjalani cangkok organ. Namun
demikian, program imunisasi terhadap infeksi CMV, belum lazim dijalankan di
negeri kita. Pada pemberian transfusi darah, resipien dengan CMV negatif
idealnya harus mendapat darah dari donor dengan CMV negatif pula. Deteksi
laboratorik untuk infeksi CMV, idealnya dilakukan pada setiap donor maupun
resipien yang akan mendapat transfusi darah atau cangkok organ. Apabila
terdapat peningkatan kadar IgG anti- CMV pada pemeriksaan serial yang dilakukan
2x dengan selang waktu 2-3 minggu, maka darah donor seharusnya tidak diberikan
kepada resipien mengingat dalam kondisi tersebut infeksi atau reinfeksi masih
berlangsung. Seorang calon ibu, hendaknya menunda untuk hamil apabila secara
laboratorik dinyatakan terinfeksi CMV primer akut. Bayi baru lahir dari ibu
yang menderita infeksi CMV, perlu dideteksi IgM anti-CMV untuk mengetahui
infeksi kongenital. Higiene dan sanitasi lingkungan perlu diperhatikan untuk
mencegah penularan atau penyebaran. Infeksi CMV tidak menimbulkan keluhan
apabila individu berada dalam kondisi kompetensi imun yang baik, oleh karena
itu pola hidup sehat dengan makan minum yang sehat dan bergizi, sangat
diperlukan agar sistem imun dapat bekerja dengan baik untuk meniadakan atau
membasmi CMV. Istirahat yang cukup juga sangat diperlukan, karena istirahat
termasuk ”pengobatan terbaik” untuk infeksi virus pada umumnya.
Obat-obat
spesifik yang memberikan harapan untuk terapi pada penyakit CMV adalah:
1. Ganciclovir (D H P G – dihydroxy – 2
propoxy methyl – guarine)
Dosis intravena: 5 - 7,5 mg per kg berat
badan
Dosis oral untuk dewasa: 3 x 1 gr atau 6
x 500 mg
Aktivitas
anti virus dari ganciclovir adalah dengan menghambat sintesa DNA
2. Foscarnet (Fosfonoformate)
Dosis intravena: 60 – 90 mg/kg BB/hari
3. Imunoglobulin yang mengandung titer
antibodi anti CMV yang tinggi
4.Valaciclovir
dapat dipertimbangkan sebagai terapi profilaksi untuk penyakit akibat infeksi
CMV pada individu dengan imunokompromais.
Vaksin cytomegalovirus hidup telah
dikembangkan melalui pasase yang diperluas dalam sel manusia dan telah
mengalami beberapa percobaan klinik pendahuluan. Berbeda dengan infeksi
alamiah, penyebaran virus maupun reaktivasi infeksi laten telah dapat dideteksi
dengan virus vaksin. Namun, penggunakan vaksin hidup cytomegalovirus masih terus diperdebatkan karena keamanannya.
Pendekatan lain terhadap imunisasi (tidak menggunakan virus hidup) melibatkan
penggunakan polipeptida cytomegalovirus
yang dimurnikan untuk menginduksi antibodi neutralisasi.
PUSTAKA
Anonim, 2007, cytomegalovirus,http://www.emedicine.com/MED/topic504.htm,
diakses tanggal 25 April 2011
Juanda, 2006, TORCH(Toxo,Rubella,CMV,dan
Herpes)Akibat dan Solusinya,45-47, PT.Wangsa Jatra Lestari, Solo
Lacy, C.F., Amstrong, L.L.,
Goldman, M.P., and Lance, L.L. 2010. Drug
Information Handbook. 18th
Edition. New York : Lexi-comp.
Pramudianto, A. (Ed.),
Evaria. 2010. MIMS Indonesia Petunjuk
Konsultasi. Jakarta : CMP Medika.
Sumber : kenang-kenangan laporan PKPA
No comments:
Post a Comment